REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperketat tata niaga mineral dan batubara melalui integrasi sistem digital lintas kementerian sebagai langkah memperkuat transparansi, meningkatkan akurasi data produksi, serta menekan praktik ilegal di sektor pertambangan. Upaya ini menjadi fondasi penting untuk memastikan rantai produksi hingga penjualan komoditas minerba tercatat secara utuh dan dapat diawasi secara real time.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menegaskan bahwa penguatan tata kelola diperlukan untuk menjaga stabilitas pasokan energi, mencegah celah kecurangan, dan memastikan perhitungan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berjalan tepat. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI, Senin (8/12/2025), ia menyampaikan bahwa tata niaga minerba kini dibangun berbasis integrasi sistem digital yang menghubungkan seluruh proses mulai dari produksi, pengangkutan, hingga titik serah kepada pembeli.
“Tata niaga minerba sekarang dibangun dengan prinsip transparansi dan ketertelusuran penuh. Melalui integrasi MOMS, MVP, e-PNBP, SIMPONI, hingga SIMBARA, setiap tahap produksi sampai penjualan dapat diawasi secara real time untuk mencegah celah pengawasan dan memastikan akurasi perhitungan PNBP,” ujar Tri.
Ia menjelaskan bahwa digitalisasi ini merupakan implementasi Perpres 94/2025 mengenai layanan digital terpadu komoditas mineral dan batubara. Integrasi tersebut memastikan setiap komoditas yang keluar dari wilayah tambang memiliki jejak data yang jelas, termasuk identitas produsen, jalur distribusi, hingga titik serah akhir.
Dalam konteks penjualan jalur darat, pemerintah mewajibkan kelengkapan dokumen angkut, verifikasi surveyor, serta penggunaan jembatan timbang sebagai instrumen utama untuk memastikan legalitas barang dan akurasi tonase. Tri menekankan bahwa langkah ini menciptakan standar pengawasan yang sama di seluruh daerah, sekaligus memperkecil risiko selisih tonase dan ketidaktepatan pembayaran royalti.
“Penjualan melalui jalur darat kini membutuhkan dokumen yang lengkap, verifikasi surveyor, serta penggunaan jembatan timbang sebagai instrumen memastikan legalitas, tonase, dan pembayaran royalti. Setiap komoditas yang keluar harus memiliki jejak digital yang jelas dan dapat ditelusuri,” ucapnya.
Pemerintah juga menyiapkan perluasan integrasi SIMBARA pada lima komoditas utama — batubara, nikel, timah, bauksit, dan tembaga — guna memperkuat pengawasan menyeluruh terhadap aktivitas produksi dan distribusi nasional. Melalui mekanisme ini, pemerintah dapat memantau pergerakan barang dan potensi penyimpangan secara lebih cepat dan presisi.
Sejumlah pemangku kepentingan menilai bahwa penguatan regulasi berbasis digital menjadi cara efektif menekan peluang praktik tambang ilegal, manipulasi data produksi, hingga potensi keterlibatan oknum korporasi yang bertindak sebagai penadah komoditas mineral ilegal. Dengan sistem yang terintegrasi, ruang gerak praktik tersebut dinilai makin sempit.
Tri menegaskan bahwa pemerintah terus memperbaiki standar tata kelola untuk memastikan kegiatan pertambangan berjalan sesuai ketentuan, memberikan kepastian bagi dunia usaha, dan menjamin kontribusi optimal bagi negara. Ia menyampaikan bahwa digitalisasi bukan hanya soal efisiensi dokumen, melainkan transformasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan sektor minerba.
“Dengan penguatan regulasi dan sistem yang terintegrasi, kami memastikan bahwa setiap proses dalam rantai produksi hingga penjualan dapat dipantau secara akurat. Ini bagian dari komitmen pemerintah memperbaiki tata kelola dan memastikan kontribusi sektor minerba bagi perekonomian nasional,” kata Tri.
Melalui pengawasan digital terpadu, pemerintah meyakini tata niaga minerba dapat bergerak menuju praktik yang lebih transparan, akuntabel, dan tertib, sekaligus menutup celah kecurangan yang selama ini menghambat penerimaan negara.