REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) Agung Budi Waskito mengatakan, WIKA menantikan keputusan atau solusi dari pemerintah bersama Danantara Indonesia terkait dengan penyelesaian utang proyek PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau “Whoosh”. Agung mengungkap, perusahaannya masih menanggung kerugian triliunan rupiah akibat terlibat dalam proyek ini.
“Seperti kita ketahui bahwa proses polemik di kereta cepat sekarang ditangani oleh Danantara. Kita sedang menunggu kira-kira mau jadi seperti apa, apakah misalnya ada restrukturisasi di KCIC-nya. Atau memang ada pengambilalihan daripada investasi para empat pemegang saham, yaitu PT KAI, WIKA, PTPN maupun Jasa Marga menjadi pemerintah, kita sedang menunggu,” ujarnya dalam Paparan Publik WIKA di Jakarta, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, upaya pemerintah bersama Danantara Indonesia untuk mengambil alih penyelesaian utang proyek KCIC akan berdampak positif bagi WIKA. Mengingat, perseroan masih menanggung rugi lebih dari Rp 6,1 triliun imbas keterlibatan di proyek tersebut.
“Kalau ini diambil oleh pemerintah akan berdampak positif buat WIKA. Di mana tadi kami sampaikan bahwa eksposur WIKA di dalam kereta cepat sebagai investor kira-kira Rp 6,1 triliun, belum lagi terkait dengan dispute konstruksi yang kita masih mengalami kerugian,” ujarnya.
Agung menjelaskan, keterlibatan WIKA di dalam proyek KCIC ada dua, pertama menjadi investor dengan melakukan penyertaan modal di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar Rp 6,1 triliun. Dalam proyek KCIC, PSBI berkontribusi sebesar 60 persen, sedangkan sisanya sebesar 40 persen dikontribusikan oleh Beijing Yawan HSR Co Ltd dari China.
“Jadi, kereta cepat itu kan PSBI sebesar 60 persen, dan Beijing Yawan HSR Co Ltd atau China sebesar 40 persen. Di saham PSBI, WIKA ada penyertaan modal Rp 6,1 triliun,” ujar Agung.
Dengan alokasi investasi tersebut, Ia mengungkapkan, WIKA turut mengalami kerugian imbas dari kerugian yang masih dialami oleh kereta cepat semenjak beroperasi sampai saat ini.
“Secara otomatis, setiap akhir tahun atau setiap triwulanan, kita akan membukukan kerugian. Akan membukukan kerugian daripada efek kereta cepat,” ujar Agung.
Selain sebagai investor, WIKA menjadi satu-satunya kontraktor lokal yang tergabung dalam konsorsium High Speed Railway Contractor Consortium (HSRCC) bersama enam kontraktor asal China. Porsi pekerjaan WIKA dalam konsorsium tersebut mencapai 25 persen, yang mencakup konstruksi bawah seperti fondasi, timbunan, serta galian tanah.
“Dalam konstruksi ini, WIKA sedang mengalami dispute yang cukup besar dengan KCIC, dan proses penyelesaiannya sedang berlangsung,” ujarnya.
Apabila sengketa tersebut tidak mencapai kesepakatan, Ia mengungkapkan WIKA berpotensi menelan kerugian besar dari sisi kontraktual. “Kalau dispute ini tidak disetujui, kami akan menelan kerugian cukup besar juga,” ujar Agung.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, permasalahan terkait utang proyek KCIC akan dibahas secara teknis antar kementerian dengan Danantara Indonesia.
“Kita sedang bahas, nanti tentu dibicarakan secara teknis antar kementerian dan juga solusi dengan Danantara,” ujar Menko Airlangga.
Ia meyakini bahwa Danantara Indonesia memiliki banyak solusi untuk menyelesaikan permasalahan terkait utang proyek Whoosh tersebut. “Kalau korporasi kan banyak cara,” ujar Menko Airlangga.
View this post on Instagram