Kamis 25 Sep 2025 16:17 WIB

BGN Pastikan Tanggung Biaya Pengobatan Korban Keracunan MBG

Wakil Kepala BGN tegaskan tak ada biaya pengobatan ditanggung orang tua atau sekolah

Siswa korban keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di Posko Penanganan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan sebanyak 500 pelajar di Kecamatan Cipongkor mengalami keracunan yang diduga akibat menyantap hidangan makan bergizi gratis pada (24/9).
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Siswa korban keracunan usai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di Posko Penanganan di Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). Sekretaris Daerah (Sekda) Pemprov Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan sebanyak 500 pelajar di Kecamatan Cipongkor mengalami keracunan yang diduga akibat menyantap hidangan makan bergizi gratis pada (24/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Gizi Nasional (BGN) menyatakan bertanggung jawab penuh menanggung seluruh biaya pengobatan akibat kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Kan kita punya dana, ada yang kita ambilkan misalnya dari operasional, kejadian luar biasa, dan macam-macam itu kan pasti kita sediakan. Itu full dari BGN, semua ditanggung. Contoh di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ada tagihan Rp350 juta dari rumah sakit, kita bayar semua. Bahkan kemarin beberapa miliar sudah kita siapkan,” kata Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang di Cibubur, Jawa Barat, Kamis (25/9/2025).

Baca Juga

Ia menegaskan, BGN tidak membebankan biaya pengobatan sepeser pun kepada orang tua, sekolah, maupun pemerintah daerah dalam kasus keracunan MBG. “Kita nggak membebani apa pun pada orang tua atau pemerintah daerah, jadi nanti tinggal pihak rumah sakit memanggil kami ke BGN,” ujarnya.

Nanik menambahkan, pihaknya telah menerapkan standar operasional baru di setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Salah satunya, mewajibkan seluruh koki memiliki sertifikat dari lembaga resmi, baik asosiasi koki maupun lembaga pangan.

“Kalau di dunia chef itu ada berbagai asosiasi, lembaga pangan. Biasanya dari asosiasi chef sendiri. Mereka ini sebetulnya chef-chef yang sudah bekerja, misalnya di restoran, sudah punya sertifikat. Kalau nggak punya, maka nggak boleh masuk. Yang belum punya sertifikasi biasanya mengikuti tes dan pendidikan dulu selama tiga bulan, lalu bisa memperoleh sertifikat,” paparnya.

Selain itu, BGN juga memberhentikan sementara SPPG yang terbukti melanggar standar operasional prosedur (SOP), mulai dari sanksi pemberhentian operasional hingga pemberhentian kepala SPPG. “SPPG diberhentikan dan kepala SPPG juga diberhentikan. Kami serius menangani hal ini. Langsung kita tutup, kita akan tegas dan tidak main-main lagi. Karena semua kalau mengikuti petunjuk teknis, dapur ini sangat higienis dan tidak mungkin terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” tuturnya.

Nanik menekankan, satu nyawa sangat berharga. Oleh karena itu, BGN dengan tegas akan menutup operasional MBG jika terjadi kejadian luar biasa (KLB), seperti di Bandung Barat yang mengakibatkan ribuan siswa keracunan.

“Kita sudah bekerja sama dengan kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta dinas kesehatan. Di Bandung Barat ada dua dapur, pemiliknya satu yayasan. Ini sedang kita investigasi, dapurnya sudah ditutup. Satu nyawa pun sangat berarti bagi kami,” ucap Nanik.

photo
MBG dan Keracunan - (Republika)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement