REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berencana bertemu dengan Asosiasi Komposer Indonesia (AKSI) untuk membahas pembayaran royalti musik oleh pengelola hotel dan restoran. PHRI juga akan menyiapkan usulan revisi ketentuan pembayaran royalti dalam undang-undang hak cipta.
“Jadi nanti kita mencoba bicara sama AKSI, itu tempatnya Mas Piyu (PADI),” kata Ketua Umum PHRI Haryadi B Sukamdani saat dihubungi di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Haryadi menjelaskan, pertemuan PHRI dan AKSI bertujuan membahas penerapan aturan pembayaran royalti lagu atau musik oleh pengelola hotel dan restoran yang memutar karya tersebut di tempat usaha.
Pembahasan juga mencakup izin penggunaan karya musik dalam acara yang digelar di hotel atau restoran, seperti upacara pernikahan maupun pertunjukan band.
“Kita ingin ada kesepakatan dengan mereka. Ini baru, kita sedang mematangkan dengan teman-teman AKSI. Kalau sudah sepakat, kita akan umumkan,” ujarnya.
Namun, ia menegaskan bahwa untuk mengisi kekosongan regulasi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta perlu direvisi.
Haryadi menilai, kesepakatan dengan AKSI akan memudahkan pelaku usaha hotel dan restoran mendapatkan izin memutar atau menggunakan karya musik dalam pertunjukan di tempat usaha untuk menghibur pengunjung.
Lihat postingan ini di Instagram
Kesepakatan itu juga diharapkan memperjelas skema pembayaran royalti kepada pihak-pihak terkait.
Dalam pertemuan dengan asosiasi musisi, PHRI juga ingin mendengarkan aspirasi musisi, termasuk mengenai pihak-pihak yang membebaskan pengelola tempat usaha menggunakan karya musik mereka.
Haryadi belum memerinci jadwal dan teknis pertemuan PHRI–AKSI. “Nanti pasti kami undang, itu masih pembahasan. Intinya, kami ingin format pembayaran royalti musik itu jelas, istilahnya transaksi jual-belinya jelas,” kata dia.
Selain merencanakan pertemuan dengan asosiasi musisi, PHRI juga akan menyiapkan usulan revisi ketentuan pembayaran royalti dalam undang-undang hak cipta.
PHRI menilai perlu ada kejelasan tentang kedudukan hukum Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), cakupan aturan pemutaran musik di tempat usaha, peran pemerintah dalam mengatur pembayaran royalti, serta sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut.