REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, memaparkan kondisi ketenagakerjaan Indonesia pada 2025 yang masih didominasi sektor informal. Ia menyebutkan, sekitar 56,57 persen tenaga kerja berada di sektor informal, termasuk setengah pengangguran.
Menurut Menaker, tren ini diperkirakan akan terus meningkat. Karena itu, ia mengajak seluruh pihak, termasuk para ekonom dan analis, untuk turut mengelola kondisi tersebut secara tepat.
“Kami bicara perlindungan sosial, dan seterusnya. Kalau ahli ekonomi mungkin banyak berbicara soal transisi dari informal ke formal. Apakah memang harus seperti itu? Menurut saya belum tentu. Ini menjadi tantangan kita bersama,” ujar Yassierli saat memberikan arahan dalam diskusi yang diselenggarakan INDEF, di Jakarta, Rabu (2/7/2025).
Menaker juga menyoroti kualitas tenaga kerja Indonesia yang masih menjadi tantangan. Sekitar 85 persen angkatan kerja memiliki pendidikan akhir maksimal SMA/SMK. Jika dirinci, 52,72 persen hanya tamatan SD/SMP, sedangkan 34,29 persen lulusan SMA/SMK.
“Ini menjadi tantangan kita. Kalau tingkat pengangguran sekitar 4,76 persen itu masih tergolong standar,” kata Yassierli.
Dalam hal produktivitas, Indonesia masih tertinggal dibandingkan rata-rata negara ASEAN, dengan pertumbuhan yang tergolong lambat. Menurutnya, ini merupakan dampak dari proses jangka panjang.
“Kalau bicara produktivitas, kita bicara jangka panjang. Tidak bisa kita ingin meningkatkannya 10 persen dalam 2–3 tahun. Itu butuh waktu,” tuturnya.
Ia menyayangkan bahwa diskusi mengenai produktivitas sudah lama tidak menjadi perhatian utama. Padahal, beberapa penelitian menunjukkan bahwa total produktivitas berbanding lurus dengan produk domestik bruto (PDB).
“Solusi berbasis peningkatan produktivitas itu seperti menghilang sejak tahun 90-an,” ungkapnya.
Yassierli juga menyoroti belum memadainya keahlian pekerja dalam menghadapi transformasi digital serta rendahnya human capital index Indonesia yang masih berada di bawah rata-rata negara ASEAN.
Ia menegaskan, Kementerian Ketenagakerjaan tengah merintis berbagai langkah solutif untuk mengatasi tantangan tersebut, termasuk permasalahan pengangguran. Fokus solusi yang diambil Kemenaker diarahkan pada dua sisi, yakni supply (penawaran) dan demand (permintaan) tenaga kerja.