Ahad 04 May 2025 08:46 WIB

Kunjungi Pusat Riset Pertanian Belanda, Wamentan Ingin Ubah Nasib Petani

Kunjungan untuk mengeksplorasi dan mengadopsi teknologi pertanian mutakhir.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, melakukan kunjungan strategis ke salah satu institusi riset pertanian terbaik dunia, Wageningen University and Research (WUR) di Belanda.
Foto: BPMI Setpres
Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, melakukan kunjungan strategis ke salah satu institusi riset pertanian terbaik dunia, Wageningen University and Research (WUR) di Belanda.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, melakukan kunjungan strategis ke salah satu institusi riset pertanian terbaik dunia, Wageningen University and Research (WUR) di Belanda Dalam upaya mempercepat transformasi pertanian nasional dan mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan. Kunjungan yang juga dihadiri Rektor IPB University Arif Satria ini menjadi bagian dari misi besar pemerintah Indonesia untuk menjalin kolaborasi internasional di bidang riset dan teknologi pertanian.

"Kami berada di Wageningen University and Research, universitas terbaik dunia di bidang pertanian. Bersama Prof Arif Satria dan tim, kami mencari solusi atas berbagai tantangan pangan dan pertanian di Indonesia," ujar Sudaryono dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (3/5/2025).

 

Sudaryono menegaskan, kunjungan ini untuk mengeksplorasi dan mengadopsi teknologi pertanian mutakhir yang relevan bagi kondisi Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi ketergantungan impor, dan meningkatkan kesejahteraan petani.

 

"Kita mencari solusi teknologi terbaik, mana yang bisa kita adopsi dan mana yang bisa kita kerjakan. Semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan petani kita dan meningkatkan produktivitas Pertanian nasional supaya kita tidak impor, dan saatnya kita harus perbanyak ekspor," sambung Sudaryono. 

 

Dalam dialog bersama para peneliti WUR, Sudaryono juga menyoroti isu krusial terkait produktivitas kedelai, komoditas penting yang masih bergantung pada impor dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sudaryono menilai Indonesia tidak bisa terus bergantung pada kedelai impor. 

 

"Kita butuh terobosan teknologi agar petani mampu memproduksi kedelai secara lebih efisien dan berdaya saing," sambung Sudaryono.

 

Dalam pertemuan tersebut, dibahas berbagai potensi kerja sama seperti pengembangan varietas kedelai unggul yang adaptif terhadap iklim tropis, Pemanfaatan sistem pertanian presisi (precision farming) berbasis data dan kecerdasan buatan, model pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi input dan hasil panen, serta pertukaran peneliti dan pelatihan teknis bagi petani serta akademisi Indonesia.

 

"Kolaborasi ini bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal memperkuat sistem riset, inovasi, dan pendidikan pertanian di tanah air," ucap Sudaryono. 

 

Wageningen University dikenal luas karena kepemimpinannya dalam bidang agroteknologi, bioteknologi, dan riset pertanian tropis. Indonesia berharap dapat memanfaatkan keunggulan tersebut untuk mempercepat pencapaian target swasembada pangan sekaligus membangun ekosistem pertanian modern yang berbasis sains dan teknologi.

 

Wamentan menegaskan Kementerian Pertanian membuka diri untuk semua bentuk inovasi dan kemitraan yang bisa mendorong pertanian Indonesia menjadi mandiri, modern, dan mendunia. Selain itu, pemerintah kini juga fokus ke peningkatan produktivitas komoditas pertanian lainnya setelah keberhasilan mencatatkan surplus beras dan serapan gabah yang tinggi oleh Perum Bulog. 

 

"Langkah ini merupakan bagian dari strategi memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya untuk komoditas pangan strategis seperti kedelai yang masih bergantung pada impor," lanjut Sudaryono. 

 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi gabah nasional hingga April 2025 mencapai 13,95 juta ton, dengan surplus beras sekitar 2,8 hingga 3 juta ton dibandingkan konsumsi domestik yang hanya 10,37 juta ton. 

 

Perum Bulog sendiri telah menyerap lebih dari 1,3 juta ton setara beras hingga akhir April, meningkat signifikan sebesar 2.000 persen dibandingkan periode yang sama pada 2015. 

 

"Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp 6.500 per kg dan penghapusan rafaksi menjadi kunci lonjakan serapan ini," ucap dia. 

 

Sudaryono yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Bulog, menegaskan keberhasilan ini menjadi fondasi untuk memperluas fokus ke komoditas lain seperti kedelai. Setelah beras surplus, Sudaryono menyebut Indonesia memastikan pastikan komoditas strategis lain seperti kedelai juga mandiri yang selaras dengan visi menjadikan Indonesia lumbung pangan dunia.

 

"Kunjungan ini menjadi simbol kuat bahwa pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dalam menghadapi tantangan krisis pangan dan ketergantungan impor serta peningkatan kesejahteraan petani," kata Sudaryono. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement