Senin 17 Feb 2025 05:37 WIB

Akhirnya Akui Boikot Berdampak Signifikan dan Bebani Perusahaan, Ini Rencana CEO Starbucks

"Boikot tidak didasari atas sesuatu yang akurat atau benar," ujar Brian Niccol.

Rep: Andri, Dian Fath Risalah, M Nursyamsi/ Red: Andri Saubani
Seorang perempuan melintasi logo Starbucks di Beijing, China. (ilustrasi)
Foto: EPA
Seorang perempuan melintasi logo Starbucks di Beijing, China. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- CEO Starbucks Brian Niccol mengakui aksi boikot konsumen terkait perang Israel-Hamas di Gaza telah memberikan dampak signfikan terhadap penjualan di pasar Timur Tengah sekaligus memberikan tekanan terhadap jaringan bisnis kopi terbesar di dunia itu. Hal itu diungkapkan oleh Niccol di sela-sela kunjungan pertamanya ke Timur Tengah setelah ditunjuk sebagai CEO pada tahun lalu.

"Boikot tidak didasari atas sesuatu yang akurat atau benar. Kami tidak pernah mendukung militer manapun," kata Niccol kepada Bloomberg, Jumat (14/2/2025).

Baca Juga

Niccol menjabat CEO Starbucks pada September 2024 dengan ambisi membangkitkan bisnis perusahaannya. Tak cuma boikot, Starbucks tengah dirundung berbagai masalah lain seperti masalah waktu tunggu konsumen dan kenaikan harga jual produk minuman kopi mereka.

Untuk pasar Timur Tengah, Starbucks berencana menambah 500 toko baru dengan target membuka 5.000 lapangan pekerjaan dalam 5 tahun ke depan. Saat ini, Starbucks memiliki 1.300 gerai di Timur Tengah di bahwa kendali konglomerasi Alshaya Group yang memegang lisensi penjualan Starbucks di kawasan itu.

Selain Timur Tengah, menurut Niccol, Starbucks juga akan membuka beberapa toko baru di China, meski perusahaan dalam kondisi berjuang di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang tak seimbang dan persaingan dengan kompetitor yang menjual minuman kopinya dengan harga yang lebih murah. Niccol pun sudah berkunjung ke China pada Januari lalu.

Adapun untuk bisnis perusahaan di Amerika Utara, sejak ditunjuk sebagai CEO Starbucks, Niccol fokus ada restrukturisasi ranking perusahaan dengan memangkas kompleksitas bisnis, memangkas lapisan manajemen dan menunjuk orang-orang tertentu untuk bertanggung jawab terhadap tujuan bisnis. Restrukturisasi itu kemungkinan akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang akan diumumkan pada Maret 2025.

Berdasarkan data penutupan pasar saham pada Rabu pekan lalu, harga saham Starbucks naik 24 persen. Kenaikan itu terjadi setelah Starbucks mengumumkan bahwa, penurunan penjualan pada Januari telah mengalami perbaikan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement