Senin 10 Feb 2025 19:14 WIB

Apindo Kembali Ingatkan Pentingnya Pelibatan Publik dalam Rancang Kebijakan

80 persen pelaku usaha tidak pernah terlibat dalam konsultasi kebijakan yang nyata

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani (tengah) di Jakarta, Selasa (26/11/2024).
Foto: dok Ichsan Emrald Alamsyah/Republika
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani (tengah) di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menyoroti pentingnya pelibatan publik, khususnya pelaku usaha dan pakar dalam proses perancangan kebijakan pemerintah.

Menurutnya, transparansi dan konsultasi yang lebih baik akan meningkatkan efektivitas kebijakan serta kepercayaan dunia usaha terhadap pemerintah. Ia memberikan contoh dalam perancangan Upah Minimum Provinsi (UMP)

“Bagaimana pengumuman tentang upah minimum dan hal-hal seperti itu tidak dilakukan dengan konsultasi yang tepat dan sebagainya, dan kami sepenuhnya memahami apa yang diinginkan pemerintah. Namun saya rasa perlu ada cara konsultasi dan komunikasi yang lebih baik,” kata Shinta dalam acara The Business Environment in Indonesia: Exploring the Worldbank's Business Ready Report, Jakarta, Senin (10/2/2025).

Padahal, menurutnya, formula pengupahan telah disepakati dalam Omnibus Law dan aturan turunannya. Di satu sisi, Shinta juga menyampaikan pentingnya kesinambungan antara kebijakan perdagangan, investasi, dan industri.

Menurutnya, kebijakan ekonomi tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus selaras satu sama lain agar menciptakan ekosistem bisnis yang kompetitif.

Survei yang dilakukan Apindo juga mengungkapkan bahwa 80 persen pelaku usaha tidak pernah terlibat dalam konsultasi kebijakan yang nyata, sementara 58 persen menilai kebijakan perdagangan tidak dikonsultasikan secara memadai dengan dunia usaha.

Shinta menuturkan, pelaku usaha hanya akan berpartisipasi dalam perdagangan jika industri domestik memiliki keunggulan kompetitif. Sebaliknya, impor akan meningkat jika daya saing industri lokal lemah. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan perdagangan, investasi, dan industri harus disusun secara terpadu.

“Ini adalah peringatan bagi kita organisasi industri, juga asosiasi bisnis, karena ini adalah bagian dari peran kita, bagaimana kita dapat melibatkan lebih banyak pelaku usaha dan melibatkan mereka sebelum banyak kebijakan perdagangan ini dikeluarkan. Jadi, mereka yang juga terlibat merasa proses konsultasi kurang dalam hal konsistensi, efisiensi, dan investasi dampak regulasi,” ucapnya.

Maka dari itu, Shinta meminta pemerintah untuk menerapkan dua langkah utama guna meningkatkan efektivitas kebijakan, yaitu regulatory impact assessment (RIA) atau kajian dampak regulasi sebelum kebijakan diterapkan, serta konsultasi publik yang lebih bermakna antara pemerintah dan sektor swasta.

“Kami meminta pemerintah untuk benar-benar melakukan regulatory impact assessment (RIA) sebelum mengeluarkan kebijakan dan meningkatkan konsultasi publik dengan sektor swasta. Kami senang Kementerian Investasi sudah mulai membuka ruang ini, dan harapannya kementerian lain bisa mengikuti langkah serupa,” ungakpnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement