REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Israel berencana menggunakan pendapatan pajak yang dikumpulkannya atas nama Otoritas Palestina (PA) untuk membayar utang sebesar hampir 2 miliar shekel (Rp 8,8 triliun) kepada perusahaan milik negara Israel Electric Co (IEC). hal itu disampaikan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pada Ahad (12/1/2025).
Israel memungut pajak atas barang-barang yang melewati Israel ke Tepi Barat yang diduduki atas nama Otoritas Palestina dan mentransfer pendapatan tersebut ke Ramallah berdasarkan kesepakatan yang telah lama berlaku antara kedua belah pihak.
Sejak serangan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Gaza, Smotrich telah menahan sejumlah uang sebesar total 800 juta shekel (Rp 400 miliar) yang dialokasikan untuk biaya administrasi di Gaza.
Dana yang dibekukan tersebut disimpan di Norwegia dan, katanya pada rapat kabinet Ahad, akan digunakan untuk membayar utang kepada IEC sebesar 1,9 miliar shekel (Rp 8,4 triliun).
"Prosedur tersebut dilaksanakan setelah beberapa tindakan anti-Israel dan termasuk pengakuan sepihak Norwegia terhadap negara Palestina," kata Smotrich kepada para menteri kabinet.
"Utang PA kepada IEC mengakibatkan tingginya pinjaman dan suku bunga, serta kerusakan pada kredit IEC, yang akhirnya dialihkan kepada warga Israel," tambahnya.
Kementerian Keuangan Palestina mengatakan telah setuju agar Norwegia mencairkan sebagian dana dari rekening yang disimpan sejak Januari lalu dengan 1,5 miliar shekel. Mereka menyebut uang di rekening tersebut sebagai tindakan hukuman yang terkait dengan dukungan keuangan pemerintah untuk Gaza.
Kementerian tersebut mengatakan sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, 767 juta shekel dari dana yang dipegang Norwegia akan dibayarkan kepada perusahaan bahan bakar Israel untuk pembelian bahan bakar mingguan selama beberapa bulan mendatang.
Jumlah yang sama akan digunakan untuk melunasi utang terkait listrik yang dimiliki oleh perusahaan distribusi Palestina kepada IEC.
Smotrich menentang pengiriman dana ke PA, yang menggunakan uang tersebut untuk membayar upah sektor publik. Ia menuduh PA mendukung serangan 7 Oktober di Israel yang dipimpin oleh gerakan Islamis Hamas, yang menguasai Gaza.
PA saat ini membayar 50-60 persen dari gaji. Israel juga memotong dana yang jumlahnya sama dengan jumlah total yang disebut pembayaran martir, yang dibayarkan PA kepada keluarga militan dan warga sipil yang dibunuh atau dipenjara oleh otoritas Israel.
Kementerian Keuangan Palestina mengatakan 2,1 miliar shekel masih ditahan oleh Israel, sehingga total dana yang ditahan menjadi lebih dari 3,6 miliar shekel pada tahun 2024.
Israel, katanya, mulai memotong rata-rata 275 juta shekel setiap bulan dari pendapatan pajaknya pada bulan Oktober 2023, setara dengan alokasi bulanan pemerintah untuk Gaza.
"Hal ini memperburuk krisis keuangan, karena pemerintah terus mentransfer alokasi ini langsung ke rekening pegawai negeri di Gaza," kata kementerian tersebut.
Kementerian tersebut menambahkan bahwa pihaknya bekerja sama dengan mitra internasional untuk mengamankan pencairan dana ini sesegera mungkin.