REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan dan analis independen bisnis penerbangan nasional, Gatot Rahardjo, menyoroti insiden kecelakaan pesawat jelang akhir tahun. Insiden pertama terjadi pada maskapai Jeju Air di Bandara Muan, Korea Selatan dan yang kedua terjadi pada KLM Royal Dutch Airlines yang keluar landasan pacu saat melakukan pendaratan darurat di Norwegia.
"Kalau tidak salah dari dua kejadian itu berkaitan dengan landing gear atau roda pendaratan) pesawat. Yang Jeju Air itu belly landing atau mendarat dengan body tanpa roda," ujar Gatot saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (30/12/2024).
Gatot memandang hal ini bisa saja terkait dengan tantangan yang tengah dihadapi industri penerbangan global, termasuk juga di Indonesia. Gatot menyampaikan industri penerbangan saat ini sedang menghadapi masalah rantai pasok.
"Sehingga ada backlog pesawat baru dan sparepart (suku cadang), harganya pun menjadi sangat tinggi tapi jumlahnya terbatas," ucap Gatot.
Berdasarkan data The International Air Transport Association (IATA), ucap Gatot, terdapat sekitar 17 ribu backlog berbagai jenis pesawat pada 2024. Sedangkan pesawat yang masih dalam perawatan dan perlu suku cadang secara global sekitar 5.000 pesawat atau 14 persen dari total 35 ribu pesawat secara global.
Gatot mendorong industri penerbangan tanah air juga mewaspadai tingginya angka backlog pesawat. Hal ini berdampak signifikan terhadap ketersediaan suku cadang untuk pesawat. "Jadi yang perlu diwaspadai itu backlog sparepart dan pesawat di tahun depan. Karena kalau tidak waspada, bisa jadi akan berpengaruh pada keselamatan dan bisnis penerbangan," kata Gatot.