Kamis 14 Nov 2024 19:45 WIB

Soal Impor Susu Bebas Bea Pajak, Begini Kata Dirjen Bea Cukai

80 persen susu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini berasal dari impor

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi susu. Sebanyak 80 persen susu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini berasal dari impor.
Foto: Pxhere
Ilustrasi susu. Sebanyak 80 persen susu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini berasal dari impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan pembebasan bea pajak impor susu menjadi sorotan belakangan ini, menyusul adanya aksi protes dari sejumlah peternak susu di berbagai daerah di Indonesia yang disinyalir membuat kegiatan transaksi produksi susu dalam negeri tersendat. Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani menyebut bahwa pembebasan bea masuk susu merupakan kesepakatan bersama. 

“Itu terkait dengan FTA perjanjian trade agreement ya, antara biasanya dengan ASEAN, Australia, dan New Zealand. Jadi itu yang kita jalankan juga ya,” kata Askolani kepada wartawan di Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Jakarta Timur, Kamis (14/11/2024). 

Baca Juga

Saat ditanya mengenai perlu atau tidaknya revisi ketentuan mengenai bea masuk tersebut, Askolani mengatakan bahwa itu merupakan wewenang dari Direktorat Jenderal Pajak. 

“Itu teman-teman dari pajak ya,” ujarnya singkat. 

Sebelumnya diketahui, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Senin (11/11/2024) mengatakan bahwa sekitar 80 persen susu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini berasal dari impor, terbesar pengimpor susu saat ini adalah dari Selandia Baru dan Australia. Hal itu menanggapi persoalan para peternak susu yang melakukan aksi membuang susu atau ‘mandi susu’ sebagai bentuk protes karena produksinya tidak terserap. 

“Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk susu mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga pengekspor produk susu global lainnya,” ujarnya.

Ia menuturkan situasi semakin buruk karena industri pengolahan susu (IPS) lebih memilih mengimpor susu bubuk (skim) daripada susu segar. Akibatnya, para peternak sapi perah di Indonesia rugi karena harga susu segar produksi mereka menjadi sangat rendah, yaitu hanya Rp 7.000 per liter, di bawah harga ideal Rp 9.000 per liter.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono menambahkan bahwa dari total produksi susu nasional, 70 persen disumbangkan oleh koperasi peternak sapi perah. Namun, jumlah ini baru bisa memenuhi 20 persen dari total kebutuhan susu dalam negeri.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement