REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Lembaga pemeringkat kredit asal Amerika Serikat (AS) Fitch Ratings melaporkan dekarbonisasi perekonomian global berjalan terlalu lambat. Fitch mengatakan masih terdapat kemajuan yang dapat dicapai negara maju, sementara negara-negara berkembang gagal memangkas emisi mereka.
Dalam laporan yang dirilis pada Rabu (9/10/2024), Fitch mengatakan emisi karbon dioksida dunia tahun lalu naik 1,8 persen. Lebih rendah dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia yang tumbuh 2,9 persen.
Laporan itu menambahkan rasio emisi ke PDB hanya lebih satu persen. Tidak berubah dari rata-rata penurunan 25 tahun sebelumnya. Kurang dari 8 persen per tahun yang dibutuhkan dari tahun 2020 sampai 2030 untuk mencapai target nol-emisi tahun 2050.
Sementara, emisi dari 10 negara maju turun ke titik terendah sejak tahun 1970. Pasar berkembang gagal membuat kemajuan menuju dekarbonisasi. Emisi karbon dioksida dan PDB 10 pasar berkembang yang dilacak Fitch tahun lalu naik 4,7 persen.
"Lemahnya kemajuan dekarbonisasi terutama di pasar berkembang cukup mengkhawatirkan, mengingat kecepatan pertumbuhan PDB mereka dan kenaikan pembagian konsumsi energi global," kata Fitch dalam laporan tersebut.
Fitch mengatakan salah satu faktor buruk kemajuan dalam upaya menurunkan emisinya adalah karena kurangnya investasi pada proyek-proyek energi bersih terutama di pasar berkembang kecuali Cina.
Dikutip dari Carbon Brief, pada tahun 2023 Cina berinvestasi sebesar 890 miliar dolar AS ke sektor energi bersih. Hampir sama dengan total investasi global untuk pasokan bahan bakar fosil dan sama dengan PDB Swiss atau Turki.
Carbon Brief melaporkan pada 2023, sektor energi bersih menyumbang 11,4 triliun yuan atau 1,6 triliun dolar AS ke perekonomian Cina pada tahun 2023, naik 30 persen dari tahun ke tahun.
"Sebagai hasilnya, sektor energi bersih, merupakan pendorong terbesar pertumbuhan ekonomi Cina secara keseluruhan, menyumbang 40 persen dari ekspansi PDB pada tahun 2023," kata Carbon Brief dalam laporannya.