Sabtu 24 Aug 2024 09:00 WIB

Rencana Tutup PLTU Suralaya, PLN Belum Buka Suara

Luhut ingin dorong pengembangan mobil dan sepeda motor listrik.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Gita Amanda
 PLTU Suralaya
Foto: dok. PLN
PLTU Suralaya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) belum mau memberikan tanggapan mengenai rencana pemerintah menutup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, di Cilegon, Banten. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan mengumumkan secara resmi terkait hal itu.

Menurut Luhut, penutupan PLTU Suralaya dapat mengurangi polusi udara di Jakarta. "(Menutup Suralaya) Penting untuk polusi udara di Jakarta. Kami sedang mengupayakan hal tersebut dan kami akan segera mengumumkannya," kata Luhut saat menghadiri kegiatan Indonesia Solar Summit 2024, di Jakarta, Rabu (21/8/2024) lalu.

Baca Juga

Republika.co.id menghubungi PLN. Dimulai dari Vice President Komunikasi Korporat, Grahita Muhammad, dan Gregorius Adi Trianto, Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL. Keduanya belum merespon apa yang ditanyakan.

PLN mengoperasikan delapan unit pembangkit listrik di kompleks pembangkit listrik Suralaya, dengan unit tertua yang telah beroperasi sejak tahun 1980-an. Pembangkit Suralaya merupakan salah satu sumber listrik utama Jakarta. Namun juga dituding sebagai penyebab tingginya polusi udara di kota berpenduduk 10 juta jiwa ini.

Dengan total kapasitas terpasang sebesar 3.400 MW, PLTU batu bara Suralaya PGU menjadi unit terbesar di Indonesia yang dimiliki PT PLN Indonesia Power. Batu bara merupakan sumber energi dominan di Indonesia.

Kelimpahan dan biayanya yang relatif rendah telah menjadikannya pilihan populer untuk pembangkit listrik. Namun, pembakaran batu bara melepaskan sejumlah besar polutan ke atmosfer.

Partikel-partikel kecil dari batu bara dapat menembus jauh ke dalam paru-paru dan menyebabkan masalah pernapasan. Gas-gas hasil batu bara juga berkontribusi pada hujan asam, yang dapat merusak bangunan, hutan, dan ekosistem perairan. Oksida nitrogen dari pembakaran batu bara berkontribusi pada pembentukan ozon, polutan udara yang berbahaya.

Tingginya tingkat polusi udara di Jakarta juga berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Penduduk lebih rentan terhadap penyakit pernapasan, seperti asma, bronkitis, dan kanker paru-paru. Anak-anak sangat rentan, karena paru-paru mereka yang sedang berkembang lebih sensitif terhadap polutan.

Menyadari konsekuensi kesehatan dan lingkungan yang serius dari polusi batu bara, pemerintah Indonesia  mengambil langkah-langkah untuk mengurangi ketergantungannya pada batu bara. Langkah itu, antara lain, mendorong energi terbarukan dengan berinvestasi dalam proyek-proyek energi surya, angin, dan panas bumi untuk mendiversifikasi bauran energi negara.

Dorongan transisi energi... (baca di halaman selanjutnya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement