REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat mulai tercerahkan menghindari transaksi dan konsumsi produk-produk terafiliasi Israel sejak terbitnya Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Namun, masyarakat masih membutuhkan tuntunan tentang kriteria dan indikator suatu produk atau lembaga yang terafiliasi Israel.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta, Fahira Idris mengungkapkan, untuk mengidentifikasi produk yang terafiliasi dengan Israel, diperlukan pendekatan yang komprehensif dan multi-dimensional, meliputi aspek produksi, distribusi, dan pemasaran. Menurut dia, beberapa ciri-ciri yang dapat digunakan sebagai indikator produk yang memiliki keterkaitan dengan Israel mulai dari asal-usul perusahaan, sumber bahan baku, kepemilikan saham, teknologi dan lisensi, rantai pasokan dan distribusi, kemitraan dan aliansi strategis hingga reputasi dan branding.
"Asal-usul perusahaan misalnya, produk yang terafiliasi dengan Israel tentunya diproduksi oleh perusahaan yang berbasis di Israel atau memiliki kantor pusat di Israel,” ujar Fahira Idris di sela-sela Forum Ukhuwah Islamiyah dengan tema “Ukhuwah Islamiyah dalam Polemik Afiliasi Israel” yang diselenggarakan MUI di Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Indikator lain keterkaitan sebuah produk dengan Israel juga dapat dilihat dari sumber bahan baku yaitu produk yang bahan bakunya diimpor dari Israel, terutama jika bahan tersebut merupakan komponen utama. Kepemilikan saham, yaitu jika perusahaan yang produknya memiliki saham signifikan yang dimiliki oleh entitas Israel atau warga negara Israel.
Demikian juga dengan teknologi dan lisensi di mana produk menggunakan teknologi, paten, atau lisensi dari perusahaan Israel. Sedangkan rantai pasokan dan distribusi yaitu perusahaan yang terlibat dalam distribusi produk Israel, baik sebagai distributor utama atau sekunder.
“Produk yang diproduksi melalui kemitraan atau aliansi dengan perusahaan Israel, termasuk usaha patungan dan produk yang dipromosikan atau dikenal secara luas memiliki keterkaitan dengan Israel, misalnya melalui kampanye pemasaran atau branding yang menonjolkan hubungan dengan Israel, juga bisa menjadi indikator penting untuk melihat keterkaitannya dengan Israel,” ungkap Fahira Idris.
Senada dengan produk, untuk mengidentifikasi lembaga yang mungkin terafiliasi dengan Israel, perlu juga digunakan pendekatan yang komprehensif mencakup analisis kebijakan politik, ekonomi, dan sosial-budaya.
Untuk kebijakan politik, menurut Fahira, parameternya adalah dengan mengidentifikasi lembaga yang memiliki hubungan resmi atau kerja sama dengan entitas pemerintah Israel misalnya MoU atau partisipasi dalam forum internasional yang disponsori oleh Israel.
Selain itu, perlu juga analisis pernyataan publik dan posisi resmi lembaga tersebut terkait isu-isu yang berhubungan dengan Israel, seperti dukungan terhadap kebijakan luar negeri Israel atau posisi terhadap konflik Israel-Palestina termasuk melakukan analisis lembaga yang anggotanya terlibat atau memiliki afiliasi dengan organisasi yang dikenal mendukung kepentingan Israel di kancah internasional.
Sementara dari sisi kebijakan ekonomi, yang perlu dianalisis dari sebuah lembaga adalah apakah menerima investasi atau memiliki hubungan kepemilikan dengan entitas Israel, kontrak bisnis atau proyek bersama dan apakah lembaga tersebut menjadi agen eksklusif bagi perusahaan Israel.
“Sementara untuk kebijakan sosial-budaya, perlu menganalisis apakah lembaga tersebut mensponsori program pendidikan, budaya, atau penelitian yang memiliki bias pro-Israel. Atau lembaga yang memiliki agenda mendukung kepentingan sosial-budaya Israel serta lembaga yang mempromosikan media atau konten informasi yang menyuarakan narasi pro-Israel,” jelas Senator Jakarta ini.
Dalam forum yang sama, Ketua MUI bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis juga menjelaskan bahwa salah satu indikator produk yang terafiliasi dengan Israel adalah saham perusahannya milik Israel. "Ya indikator yang produk Israel tentu adalah secara politik memang afiliasi kepada Israel. Yang kedua, saham-sahamnya memang punya Israel atau usahanya punya Israel. Yang ketiga adalah hasil-hasilnya itu disumbangkan untuk Israel," kata Kiai Cholil.