Rabu 17 Jul 2024 16:14 WIB

Soal Jusuf Hamka yang Ingin Bangun Jalan Layang di Sudirman-Thamrin, Ini Kata Pengamat

Pembangunan jalan bukan merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi kemacetan.

Rep: Bayu Adji/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah kendaraan terjebak kemacetan saat melintasi tol dalam kota dan Jalan Gatot Subroto di Jakarta, Selasa (21/5/2024). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan pembatasan usia dan kepemilikan kendaraan bermotor sebagai bagian dari upaya mengatasi polusi udara dan kemacetan di Jakarta.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Jusuf Hamka tengah menjadi sorotan setelah diusulkan Partai Golongan Karya (Golkar) untuk menjadi calon wakil gubernur (cawagub) DKI Jakarta mendampingi Kaesang Pangarep. Apalagi, pengusaha jalan tol itu telah mengungkapkan rencananya apabila benar-benar meniadi Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta. 

Salah satu rencana yang akan dilakukan politisi Partai Golkar ketika menjadi Wagub DKI Jakarta membangun jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin. Wacana itu dinilai merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan di DKI Jakarta. 

Baca Juga

"Saya bilang kalau mau mengatasi kemacetan ini masalah nyali. Nyali apa? Berani apa enggak. Karena kalau mau atasi kemacetan, mobilnya diproduksi bertambah, jalannya enggak produksi bertambah. Enggak seimbang," kata dia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu. 

Menurut dia, salah satu solusi untuk mengatasi kemacetan adalah membangun jalan layang atau flyover. Salah satu tempat yang bisa dibangun jalan layang itu adalah kawasan Sudirman-Thamrin. 

"Kalau menurut saya coba kita bandingkan dari Semanggi, Sahid Hotel depan, kita mau menuju ke Jalan Thamrin itu di Bunderan Hotel Indonesia kita bisa stuck 30 menit 40 menit," kata dia.

Karena itu, Babah Alun, sapaan Jusuf Hamka, menilai bukan tidak mungkin membangun jalan layang di kawasan itu. Menurut dia, pembangunan jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin tak serta merta merusak estetika kota.

 "Sebenarnya bisa disiasati, tidak perlu merusak keindahan. Jalan tetap ada, apakah flyover apakah BUMD itu kan bisa ditugaskan bikin jalan tol karena APBD Rp 96 triliun, lebih dari cukup saya bilang," kata dia.

Selain itu, ia mengungkapkan saat ini pihaknya sedang membangun Jalan Tol Harbour Road II. Menurut dia, pembangunan itu dilakukan tak lain mengatasi kemacetan dari Pelabuhan Tanjung Priok hingga Pluit dan Cengkareng. 

Tak hanya membangun Jalan Tol Harbour Road II, Jusuf Hamka mengeklaim mendapatkan tugas untuk bangun Jalan Tol Pluit-Bandara Seokarno-Hatta. "Jadi kami bikin tol di sana," ujar dia.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai pernyataan Jusuf Hamka tidak didasarkan dengan kajian. Pasalnya, pembangunan jalan layang di kawasan Sudirman-Thamrin justru akan membuat beban ruang di kawasan itu makin berat. Selain itu, pembangunan jalan layang di kawasan itu juga akan merusak estetika kota.

"Karena di situ juga sudah tumpang tindih dengan halte ikonik. Jadi sisi visual ruangnya sudah sangat terganggu," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/7/2024).

Ia menambahkan, pembangunan jalan akan memberikan kemudahan untuk kendaraan pribadi menuju tengah kota. Dampaknya, polusi udara di DKI Jakarta makin menjadi-jadi.

Terakhir, Yayat mengatakan, di kawasan Sudirman-Thamrin juga terdapat struktur MRT. Pembangunan jalan layang dinilai akan berpengaruh terhadap stabilitas kekuatan struktur atau mengganggu persoalan struktur ruang MRT.

"Jadi kalau saya menyarankan, pernyataan hendak jangan buru-buru dikemukakan. Harus dikaji, dimatangkan. Itu juga tidak sesuai dengan prinsip rencana RDTR Jakarta, yang berbasis angkutan massal, terintegrasi dengan permukiman," kata dia.

Ihwal rencana Jusuf Hamka yang hendak membuat jalan tol, Yayat menilai itu sebagi hal yang wajar. Pasalnya, Babah Alun merupakan pengusaha jalan tol.

"Kalau Jusuf Hamka bilang mau bangun jalan tol, wajar karena dia pengusaha jalan. Dia pasti mengutamakan profit," kata dia.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansah menilai, program pembangunan jalan tentu masih sangat diperlukan apabila melihat kondisi kemacetan di DKI Jakarta hari ini. Namun, pembangunan jalan bukan merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi kemacetan. 

"Apalagi, seiring berpindahnya ibu kota ke IKN, apakah itu masih relevan? Itu pertanyaannya. Karena dengan ibu kota pindah, segala kegiatan pelayanan pemerintah pusat akan pindah, sehingga mobilitas masyarakat akan menurun," kata Trubus kepada Republika, Rabu.

Pembangunan jalan layang....

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement