REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Mahendra Sinulingga mengatakan penyertaan modal negara (PMN) yang diterima BUMN masih lebih rendah ketimbang setoran dividen BUMN untuk negara. Arya mengatakan dividen BUMN pun dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat dan semakin berkontribusi bagi negara.
"Dividen ini kalau kita total dari 2020, sejak zaman Pak Erick, itu mencapai Rp 368,6 triliun. PMN yang diminta Rp 270 triliun, jadi sebenarnya itu uang BUMN juga, bukan dari uang rakyat. Jadi bukan dari pajak rakyat yang kita ambil, justru dari dividen BUMN sendiri," ujar Arya di ruang media kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Arya menyampaikan 70 persen hingga 80 alokasi PMN pun ditujukan untuk penugasan dari pemerintah. Arya menyampaikan penugasan tersebut meliputi berbagai sektor strategis negara, mulai dari pembangunan jalan tol, listrik, hingga pengembangan kawasan pariwisata seperti KEK Mandalika.
"Seperti PLN, (PMN) Rp 3 triliun itu melistriki 1.092 desa, Asabri untuk tunjangan hari tua, IFG itu untuk KUR, penugasan. Jadi 70 persen itu untuk penugasan," ucap Arya.
Tak hanya penugasan, Arya mengatakan sekitar 26 persen alokasi PMN digunakan untuk pengembangan usaha yang juga masih terkait dengan penugasan pemerintah. Oleh karenanya, Arya menilai BUMN tetap akan memerlukan PMN dalam menunaikan amanah pemerintah.
"Kalau BUMN masih ada penugasan, maka dia akan tetap butuh PMN. Kalau BUMN itu masih ada namanya pengembangan usaha untuk yang seperti tadi (penugasan), mau tidak mau ya butuh PMN," sambung Arya.
Arya menambahkan, BUMN menjadi garda terdepan dalam menjangkau wilayah-wilayah atau proyek yang belum sesuai dengan nilai keekonomian. Hal ini merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan oleh swasta.
"Jadi untuk pengembangan hal-hal baru yang memang kalau skala ekonomisnya belum ada, tapi BUMN harus turun, kalau nunggu swasta sampai kapan mau turun," kata Arya.