REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2023, PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba total sebesar 4,77 miliar dolar AS atau setara Rp 72,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.255 per dolar). Perolehan laba tersebut naik 17 persen dibanding 2022.
Kinerja positif keuangan Pertamina juga terlihat pada EBITDA atau pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi sebesar 14,36 miliar dolar AS. Angka ini naik enam persen dibanding EBITDA di tahun 2022. Sementara, pendapatan konsolidasian tahun 2023 sebesar 75,79 miliar dolar AS.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menjelaskan, sejak restrukturisasi organisasi, tren kinerja keuangan konsolidasian Pertamina, positif dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, kinerja operasional di seluruh lini, baik holding dan subholding juga semakin solid dan andal.
"Pertamina berhasil mengelola operasinya untuk mempertahankan pertumbuhan laba. Kinerja keuangan pada tahun 2023 meningkat dibandingkan tahun 2022 karena pengelolaan efisiensi, optimalisasi biaya, liabilitas, dan pembayaran kompensasi," kata Nicke, dalam siaran pers, Rabu (12/6/2024).
Menurut Nicke, restrukturisasi holding subholding tetap berhasil mengedepankan peran kolaborasi aktif melalui orkestrasi sejumlah inisiatif strategis di sektor finansial. Selain melakukan cost optimization, upaya penghematan biaya bunga, strategi transaksi lindung nilai valuta asing, suku bunga, dan komoditas, serta upaya memitigasi risiko valas dan kredit berhasil menghindarkan potensi kerugian serta menciptakan kontribusi sekitar 1,1 miliar dolar AS.
Ia menambahkan, kinerja keuangan Pertamina yang positif, juga tidak terlepas dari dukungan pemerintah yang tercermin pada pembayaran kompensasi harga selama tahun 2023, mencapai Rp 119,31 triliun (di luar pajak).
"Kami sangat mengapresiasi Pemerintah yang terus mendukung Pertamina secara konsisten melalui revisi peraturan yang memungkinkan pembayaran lebih cepat, penyesuaian harga produk, dan peningkatan anggaran," ujar Nicke.
Tidak hanya dari aspek keuangan, kinerja operasional Pertamina yang ditopang oleh enam Subholding dan anak usahanya juga bertumbuh. Di sektor environmental, social, governance (ESG), Nicke menegaskan kembali komitmen Pertamina dalam mengejar target pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 32 persen pada 2030.
Ada berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim, serta untuk mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) Pemerintah Indonesia. Pencapaian pertumbuhan aspek ESG Pertamina terlihat pada skor Pertamina per 1 Desember 2023 menjadi 20,7 (Medium Risk) atau naik dari sebelumnya 22,1 (Medium Risk). Adapun skor Sustainalytics yang lebih rendah mencerminkan tingkat risiko yang lebih baik.
"Peringkat risiko ESG Pertamina naik menjadi peringkat satu dunia dalam sub-industri Integrated Oil and Gas dari 61 perusahaan dunia," ujarnya.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menambahkan, Pertamina mengatasi tantangan tahun 2023 dengan berbagai upaya. Itu sebagai wujud komitmen perusahaan menjaga kinerja di sisi operasional dan finansial, juga ketahanan energi nasional.
"Dengan dukungan dari semua stakeholder, Pertamina mampu mencapai kinerja yang bertumbuh pada 2023. Pada tahun 2024 ini, kami akan terus berupaya menjaga kinerja positif dan memberikan manfaat untuk masyarakat," ujar Fadjar.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs). Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan ESG di seluruh lini bisnis dan operasi perusahaan.