Kamis 06 Jun 2024 20:08 WIB

Rumah Sakit Terima Kucuran Dana Miliaran demi Penuhi Standar KRIS

Penerapan KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025.

Rep: Frederikus Bata/ Red: Lida Puspaningtyas
Petugas melayani masyarakat di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan aturan tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di BPJS Kesehatan sebagai upaya meningkatkan standar kualitas pelayanan di kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan berlaku paling lambat 30 Juni 2025.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas melayani masyarakat di Kantor BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (14/5/2024). Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo resmi mengeluarkan aturan tentang Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di BPJS Kesehatan sebagai upaya meningkatkan standar kualitas pelayanan di kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan berlaku paling lambat 30 Juni 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan gencar melakukan evaluasi di rumah sakit - rumah sakit sehubungan dengan implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Secara keseluruhan ada 12 kriteria KRIS.

Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan dari 3176 RS nasional, sebanyak 3.057 di antaranya bisa diemplentasikan KRIS. Selanjutnya dari 3.057, yang benar-benar memenuhi semua kriteria KRIS ada 2.316 RS, atau 79,05 persen.  

Baca Juga

Berdasarkan data yang dipaparkan Kemenkes, berikutnya yang memenuhi 11 kriteria ada 363 RS (3,18 persen). Lalu yang memenuhi 10 kriteria ada 43 RS (0,78 persen). Kemudian yang memenuhi sampai dengan sembilan kriteria ada 272 RS (4,87 persen).

Sebanyak 63 RS sama sekali tidak memenuhi kriteria KRIS. Bagaimana Kemenkes melihat berbagai fakta di atas? Dante mengatakan ada pembiayaan tambahan untuk RS pemerintah sebagai bentuk dukungan untuk meningkatkan standar kelayakan. Berikut perinciannya:

Untuk RS Tipe A, mendapat dana sekitar Rp 200-400 miliar per tahun. Anggaran berasal dari dan Bantuan Layanan Umum (BLU), dan Bantuan Layanan Umum Daerah (BLUD). Targetnya mengubah kondisi ruang rawat inap biasa menjadi KRIS.

Lalu untuk RS Tipe B, mendapat dana bantuan Rp 50 miliar per tahun. Selanjutnya untuk RS tipe C dan D yang belum memenuhi (8-12) kriteria ini akan mendapat Dana Bantuan Alokasi Khusus (DAK) yang rata-rata Ro 2,5 miliar per tahun.

"Sedangkan untuk RS Swasta didorong untuk menggunakan dana RS tersebut (mandiri/ Rp 200-500 m/tahun), tetapi kami terus melakukan bimbingan teknis dan pendampingan untuk mengimplementasikan KRIS di RS Swasta itu," kata Dante dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus melakukan evaluasi. Rencananya berlaku pada tahun depan. Dante mengatakan penerapan KRIS paling lambat pada 30 Juni 2025. 

Pemberlakukan kriteria KRIS sempat menghadirkan kekhawatiran akan menurunkan jumlah pasien atau tempat tidur yang digunakan. Menurut Dante,  estimasi terjadinya apa yang dikhawatirkan sangat kecil. Ia merujuk pada.

Ia menjelaskan berdasarkan Bed Occupation Rate (BOR) persentase pemakaian tempat tidur di suatu waktu tertentu, di sejumlah daerah sekitar 30-50 persen. Ia menerangkan ada 609 RS yang tidak mengalami kondisi kehilangan tempat tidur.

Jumlah demikian jauh lebih besar dibandingkan yang mengalami kehilangan 1-10 tempat tidur yakni, 292 RS. Kemudian lainnya yang kehilangan 1-2 tempat tidur. 

"Jadi memang ternyata implementasi KRIS yang akan dilakukan dan memberikan kekhawatiran akan kehilangan jumlah tempat tidur, berdasarkan BOR yang sekarang berlaku, ini tidak akan terjadi," ujar Daante.

Ia menegaskan, target realisasi implementasi KRIS ini, harus disikapi dengan evaluasi yang berjenjang dan holistik. Tidak hanya untuk RS pemerintah pusat saja, tapi Pemda, TNI Polri, BUMN, dan RS Swasta pun terdampak pada pemberlakuan KRIS standar ini. Data realisasi RS yang siap implemtasi KRIS Validasi bersama dinas kesehatan, desk melalui daring kepada RS, monitoring dan evaluasi.

 

Berikut 12 kriteria kamar KRIS yang dimaksud:

1. Komponen bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi (tidak menyimpan debu dan mikroorganisme)

2. Ventilasi udara (minimal 6 kali pergantian udara per jam)

3. Pencahayaan ruangan (pencahayaan ruangan standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur)

4. Kelengkapan tempat tidur (dilengkapi minimal 2 kotak kontak dan tidak boleh percabangan/sambungan langsung tanpa pengamanan arus)

5. Nakas per tempat tidur

6. Temperatur ruangan (suhu ruangan stabil: 20-26°C)

7. Ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin, anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau noninfeksi.

8. Kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat

- Jarak antara tepi tempat tidur minimal 1,5 meter-Jumlah kamar ≤ 4 tempat tidur

- Ukuran tempat tidur minimal P: 200 cm, L: 90 cm dan T: 50-80 cm

- Tempat tidur 2 crank

9. Tirai/partisi antar-tempat tidur

10. Kamar mandi dalam ruangan rawat inap

- Arah bukaan pintu keluar

- Kunci pintu dapat dibuka dari dua sisi

- Adanya ventilasi (exhaust fan atau jendela boven)

11. Kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas

-Ada tulisan/symbol “disable” pada bagian luar

-Memiliki ruang gerak yang cukup untuk pengguna kursi roda

-Dilengkapi pegangan rambat (handrail)

- Permukaan lantai tidak licin dan tidak boleh menyebabkan genangan

- Bel perawat yang terhubung pada pos perawat

12. Outlet oksigen

Dante menerangkan penerapan KRIS merupakan mandatory dari dua aturan yang berlaku. Pertama UU Nomor 40 Tahun 2024 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Kedua Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024. Dalam Perpres tersebut salah satunya mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan RS KRIS dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement