REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Center of Digital Economy and SMEs Indef Eisha Magfiruha Rachbini mengatakan pemerintah perlu mewaspadai dampak dari geopolitik yang terjadi di Timur Tengah (Timteng), khususnya antara Paletina dan Israel. Eisha menyampaikan ketegangan yang terjadi di Timteng tahun ini memiliki dampak yang cenderung berbeda dari konflik Rusia dan Ukraina pada 2022.
"Saat perang Rusia dan Ukraina, harga minyak dunia naik cepat dan tinggi menyebabkan krisis pangan, energi, suku bunga naik, perdagangan terhambat, dan pertumbuhan global menurun," ujar Eisha saat diskusi publik Indef bertajuk "Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Ekonomi" di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Sementara dalam konflik timteng, Eisha menyebut dinamika harga minyak tidak mengalami lonjakan yang drastis. Namun, Eisha mengatakan pemerintah harus memberikan perhatian dalam menyusun kebijakan sebagai langkah antisipatif terjadinya eskalasi di timteng.
"Tetap berdampak ke negara berkembang seperti Indonesia yang mana nilai tukar melemah, inflasi meningkat, mitra ekonomi terdampak, dan memberikan gejolak di pasar saham," ucap Dosen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB tersebut.
Eisha menyampaikan konflik timteng tidak berdampak besar terhadap kenaikan harga komoditas energi dan pangan seperti yang terjadi saat konflik Rusia dan Ukraina. Namun, Eisha menyebut konflik timteng menyebabkan meningkatkan permintaan logam mulia.
Eisha menyampaikan ketidakstabilan situasi politik global akan mengurangi probabilitas masuknya investasi asing ke Indonesia. Selain itu, kebijakan moneter AS juga cenderung menjaga suku bunga tinggi yang menyebabkan arus modal keluar dari negara berkembang ke AS dan pelemahan nilai tukar mata uang di negara-negara berkembang akibat penguatan dolar AS.
"Ke depan perlu mewaspadai bagaimana risiko geopolitik memberi dampak kepada makroekonomi kita," sambung Eisha.
Eisha menyebut memanasnya situasi politik global akan berdampak pada pasar komoditas global dan logistik dan rantai pasok. Hal ini perlu menjadi catatan bagi pemerintah Indonesia.
"Meski berbeda, resolusi konflik Timteng dan Rusia-Ukraina belum menunjukkan kabar baik sehingga harus terus mewaspadai gejolaknya terhadap ekonomi Indonesia," lanjut Eisha.
Eisha menyampaikan eskalasi konflik akan berdampak pada biaya produksi di sektor industri. Eisha menilai perlu kebijakan industri yang tepat untuk mendukung produktivitas industri, terutama industri prioritas nasional dan industri kecil menengah.
"Kebijakan perdagangan luar negeri juga perlu ditunjukkan ke kawasan yang tidak terpengaruh konflik seperti Jepang, Cina, Asia Tenggara, India, dan negara tujuan nontradisional," kata Eisha.