Kamis 16 May 2024 18:10 WIB

Kadin: Program Pelatihan Perlu Diselaraskan dengan Kebutuhan Industri

Kadin Indonesia menjembatani antara industri dan institusi pendidikan.

Logo Kadin (ilustrasi)
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Logo Kadin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Vokasi dan Sertifikasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Adi Mahfudz Wuhaji menilai program pendidikan vokasi maupun pelatihan eksternal perlu diselaraskan dengan kebutuhan industri saat ini.

Hal itu guna melahirkan lebih banyak lagi tenaga kerja terampil di sektor elektronik yang tengah difokuskan dunia usaha saat ini. "Antara manajemen dan sistem pelatihan, pastikan bahwa itu sudah diselaraskan dengan kebutuhan industri. Ini yang penting," kata Adi dalam acara Dialog Nasional yang bertajuk Pengembangan Keterampilan dan Situasi Ketenagakerjaan Sektor Elektronik Indonesia di Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Baca Juga

Adi mengatakan Kadin Indonesia dalam hal ini berperan sebagai jembatan antara industri dan institusi pendidikan. Untuk memastikan bahwa kurikulum dan program pelatihan sesuai dengan kebutuhan industri.

Untuk mencetak tenaga kerja terampil yang sesuai dengan industri, Kadin juga menyelenggarakan berbagai program pelatihan dan sertifikasi untuk upskilling dan reskilling.

Tak hanya itu, lanjut Adi, Kadin juga berperan dalam advokasi kebijakan yang mendukung pengembangan keterampilan para tenaga kerja. "Pelatihan dan pengembangan itu kerja sama dengan pemerintah, karena hal ini memang penting, advokasi kebijakan, dan promosi inovasi inilah serangkaian yang kami lakukan di Kadin untuk mengatasi kesenjangan keterampilan," tuturnya.

Adi menggarisbawahi perlunya inovasi dalam program pendidikan guna mencetak tenaga kerja terampil yang kompeten. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka diperlukan investasi dari pemerintah maupun perusahaan untuk riset di bidang inovasi teknologi pendidikan.

"Dalam suatu teknologi, kita memerlukan adanya investasi untuk riset-riset. Di mana adanya suatu perubahan-perubahan teknologi yang baru, sedangkan saat ini rata-rata kurikulumnya yang dididik dan dilatih itu-itu saja," jelas Adi.

Permasalahan keterampilan tenaga kerja Indonesia disampaikan oleh Direktur International Labour Organization (ILO) untuk Indonesia dan Timor-Leste Simrin Singh.

Menurutnya, jumlah tenaga kerja yang benar-benar terampil di Indonesia termasuk rendah. Untuk itu diperlukan adanya kolaborasi serta penyelarasan data riset untuk merumuskan kebijakan ketenagakerjaan yang tepat sasaran.

"Diperkirakan bahwa pada 2025, 68 persen pekerjaan sekolah menengah atas (SMA) di Indonesia akan diisi oleh individu yang kurang memiliki kualifikasi," ujarnya.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement