REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- PT PLN (Persero) Wilayah Nusa Tenggara Barat (UIW NTB) bekerja sama Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB memanfaatkan limbah racik uang kertas (LRUK) sebagai bahan campuran cofiring di PLTU Jeranjang.
Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi NTB, Berry Arifsyah Harahap melalui keterangan tertulis yang diterima di Mataram, Rabu (1/5/2024), menyampaikan, potensi pemanfaatan LRUK sebagai bahan campuran cofiring cukup besar di NTB.
"Karena LRUK ini banyak juga dari berbagai bank yang ada di NTB. Tentu produksi LRUK menjadi potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran cofiring di PLTU," kata Berry.
Ia menjelaskan, produksi LRUK di NTB sudah berjalan sesuai dengan implementasi UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam regulasi tersebut, produksi LRUK masuk dalam kategori pemusnahan yang menjelaskan tentang suatu rangkaian kegiatan meracik, melebur, atau cara lain memusnahkan rupiah sehingga tidak menyerupai rupiah.
"Pemusnahan terhadap rupiah yang ditarik dari peredaran juga sudah melalui koordinasi dengan pemerintah," ujarnya.
Berry juga menyampaikan pemanfaatan produksi LRUK sebagai bahan campuran cofiring tentu menjadi bagian dari upaya BI dalam mendukung program Net Zero Emission 2050 di NTB. Menurut dia, pemanfaatan LRUK sebagai sumber energi yang ramah lingkungan dan sekaligus mengatasi permasalahan sampah racikan uang kertas telah menjadi jawaban dari kebutuhan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan semangat zero waste.
Hal itu disampaikan Berry melihat hasil produksi LRUK sejak tahun 2016 di NTB dengan jumlah rata-rata 7,5 hingga 8 ton per bulan. Berry berharap dengan adanya kerja sama ini, PLN dapat mengelola pemanfaatan LRUK dengan maksimal sebagai sumber energi sesuai program utama Bank Indonesia yang mendukung energi ramah lingkungan.
"Kami berharap pengelolaan limbah racik uang kertas ini bisa jadi lebih baik dan ramah lingkungan," ucap dia.
General Manager PT PLN (Persero) UIW NTB, Sudjarwo menyampaikan terima kasih atas kolaborasi yang terjalin dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB. "Semangat kolaborasi ini menunjukkan komitmen bersama akan pemenuhan kebutuhan energi baru terbarukan bisa segera terwujud," ujar Sudjarwo.
Ia menjelaskan cofiring merupakan upaya alternatif pengurangan emisi dengan memanfaatkan EBT. Metode ini adalah salah satu cara mempercepat transisi energi bersih dan mengurangi emisi karbon dalam penggunaan energi fosil.
Sudjarwo menyampaikan kebutuhan cofiring di NTB masih cukup besar. Penggunaan biomassa dalam proses cofiring PLTU di NTB sampai dengan bulan April 2024 telah mencapai 11,63 persen.
"Artinya, masih banyak peluang untuk memenuhi kebutuhan PLTU yang harapannya bisa dikolaborasikan dengan banyak pihak," kata dia.