REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Persero Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso menilai kebijakan stimulus restrukturisasi kredit dampak pandemi Covid-19 terbukti mampu menyelamatkan sebagian besar bisnis UMKM selama menghadapi pandemi yang mulai meluas di Indonesia pada 2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menghentikan restrukturisasi kredit pada Ahad (31/3), sejalan dengan kondisi perbankan Indonesia saat ini yang memiliki daya tahan kuat. Melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin, Sunarso menyatakan perseroan turut menyambut baik berakhirnya kebijakan tersebut.
“BRI juga telah menerapkan langkah antisipatif merespons berakhirnya relaksasi restrukturisasi kredit dampak Covid-19 pada bulan Maret 2023, di mana BRI telah menyiapkan soft landing strategy,” kata Sunarso.
Sejak awal pandemi terjadi, menurut Sunarso, BRI telah mengambil langkah strategis untuk melakukan penyelamatan terhadap UMKM yang memiliki peranan krusial terhadap perekonomian Indonesia.
Tercatat UMKM memberikan kontribusi sebesar 60,3 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, UMKM menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyediakan 99 persen lapangan kerja di Indonesia.
Menurut perseroan, fokus BRI dalam memberdayakan dan membangkitkan aktivitas pelaku UMKM pada saat pandemi menjadi motor kinerja keuangan BRI pada saat itu.
Perseroan mencatat, BRI sendiri secara internal sudah tidak menggunakan kebijakan restrukturisasi kredit Covid-19 sejak tahun lalu sebagai upaya untuk penerapan prudential banking.
Sunarso pun optimistis, relaksasi tersebut juga tidak akan berdampak signifikan pada kinerja kualitas kredit maupun kinerja keuangan BRI secara umum. Sebagai antisipasi risiko, BRI juga tetap mengimbangi dengan melakukan pencadangan yang memadai. Tercatat hingga akhir Desember 2022, NPL Coverage BRI berada di level 305,73 persen.
Cadangan tersebut digunakan untuk melakukan penghapusbukuan kredit UMKM yang benar-benar sudah tidak bisa direstrukturisasi lagi. Sehingga, pada Desember 2023 NPL Coverage turun di level 229,09 persen namun cadangan tersebut masih sangat memadai apabila terjadi pemburukan.
Sebelumnya pada Februari lalu, Sunarso mengatakan bahwa outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 per Desember 2023 telah turun menjadi Rp54,5 triliun dari Rp107,2 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
“Apabila dihitung dari puncaknya, sebesar Rp 210 triliun itu sudah keluar dari status restrukturisasi sehingga sekarang outstanding-nya tinggal Rp 54 triliun,” kata Sunarso.