REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jangan bersedih generasi Z hingga milenial, karena untuk memiliki hunian sendiri bisa mengambil pembiayaan kepemilikan rumah (KPR) hingga 35 tahun. Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menggodok skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Fix 35 tahun untuk membantu lebih banyak masyarakat untuk membayar cicilan KPR.
Tak perlu lama menunggu aturan pemerintah, Bank Tabungan Negara (BTN) melalui unit usaha syariah (UUS) atau BTN Syarian telah memiliki produk tersebut. Direktur Consumer BTN Hirwandi Gafar mengatakan, dengan l jangka waktu sampai 30 tahun. KPR tersebut dapat diakses oleh calon Nasabah dengan semua jenis pekerjaan, mulai dari pekerjaan tetap, profesional, hingga wirausaha.
“Para Gen Z juga dapat memilih beragam hunian karena kami memiliki puluhan ribu mitra pengembang dengan berbagai jenis proyek perumahan. Dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-19 Unit Usaha Syariah Bank BTN dan HUT ke-74 Bank BTN, kami juga menawarkan diskon biaya administrasi dan biaya proses yang menarik,” ujar Hirwandi di Jakarta, awal bulan ini.
Hirwandi menjelaskan KPR BTN Syariah memiliki beberapa skema yakni skema berjenjang dengan margin mulai 2,99 persen. KPR berskema syariah ini juga menawarkan pilihan skema fix margin sampai lunas. Ada beberapa pilihan skema akad KPR BTN Syariah yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan nasabah. Di antaranya KPR BTN Platinum iB dengan akad murabahah untuk pembelian unit properti ready stock. Kemudian, ada juga KPR BTN Indent iB dengan akad Istisna untuk pembelian unit properti Inden. Lalu, Pembiayaan Properti BTN iB dengan Akad Musyarakah Mutanaqisah atau Ijarah Muntahiya Bittamlik untuk pembelian unit properti maupun refinancing asset nasabah.
Selain berbagai pilihan tersebut, Bank BTN juga memberikan paket promo bundling KPR yang bebas biaya administasi dan biaya proses. Beberapa paket bundling yakni KPR Bundling Multimanfaat di mana nasabah juga dapat mengakses pembiayaan untuk pembelian perlengkapan rumah seperti furnitur, pagar, kanopi, dan sebagainya. Bank BTN juga memiliki promo KPR Bundling Multijasa, di mana nasabah dapat menikmati pembiayaan pembelian rumah sekaligus untuk Umroh, pendidikan, hingga pernikahan.
Dalam kesempatan lain, Chief Economist Bank BTN Winang Budoyo mengatakan, tetap ada sejumlah dampak skema KPR bertenor harus menjadi perhatian utamanya terkait sertifikat guna lahan yang saat ini mayoritas berjangka waktu 30 tahun serta cakupan asuransi jiwa kredit jangka panjang. Ia menilai adanya program tersebut akan mendongkrak sisi demand karena nasabah akan memiliki cicilan yang lebih rendah. Namun, program ini juga perlu didukung dengan skema yang menunjang kemampuan bank untuk menyalurkan pembiayaan.
Menurutnya, opsi suku bunga berjenjang akan menguntungkan bagi pihak nasabah dan bank. Mengingat secara historis, kemampuan nasabah cenderung akan naik seiring berjalannya waktu. Adapun, skema suku bunga berjenjang berarti setelah melewati periode tertentu, suku bunga dapat dinaikkan secara bertahap. Menurutnya, alangkah baik jika kenaikan bertahap dilakukan dalam jangka waktu 10 tahun.
“Secara historis, kami melihat bahwa dalam jangka waktu 10 tahun, kondisi perekonomian nasabah KPR sudah meningkat dibandingkan pada saat pertama kali mengambil KPR,” kata Winang dalam keterangan resminya pada Januari lalu.
Sementara itu, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengusulkan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan pemangkasan masa subsidi dalam rencana skema KPR dengan tenor 35 tahun.
"Ini juga sebenarnya menjadi diskusi kami dengan Kementerian Keuangan untuk menciptakan KPR subsidi yang masa subsidinya lebih pendek, tapi masa kreditnya yang panjang," kata Nixon saat konferensi pers "Paparan Kinerja Per 31 Desember 2023" di Menara BTN, Jakarta, Senin (12/2/2024).
Nixon mengatakan, rencana skema KPR tersebut memungkinkan untuk diwujudkan. Akan tetapi terdapat dua permasalahan yang perlu digarisbawahi, baik dari sisi perbankan maupun dari sisi konsumen.
Dengan skema KPR 35 tahun tersebut, menurut Nixon, penyediaan likuiditas akan panjang. Sementara itu, kebanyakan konsumen juga tidak ingin menanggung bunga KPR yang semakin panjang.
Menurut dia, biasanya konsumen perumahan KPR, bahkan KPR subsidi, cenderung melakukan pelunasan cicilan rata-rata setelah memasuki tahun kedelapan hingga kesepuluh meskipun tenor yang diambil berjangka waktu 20 tahun secara legal.
"Jadi, kalau misalnya kreditnya jadi 25 tahun, subsidinya 10 tahun aja, karena setelah 10 tahun, tidak mungkin orang disubsidi seumur hidup. Tidak sehat juga, baik buat negara maupun buat orang tersebut," kata dia.
Dengan memangkas masa subsidi, kata Nixon, akses penerima KPR juga dapat diperluas atau jumlah kuota KPR akan lebih meningkat. Dengan begitu, anggaran subsidi dapat ditujukan untuk masyarakat yang lebih membutuhkan perumahan.
"Kami juga sedang melakukan kajian dengan Kementerian Keuangan untuk menurunkan masa subsidi, tapi masa kreditnya sama sehingga jumlah kuotanya akan lebih meningkat. Kalau tadinya setahun (kuota) 200 ribu, ini bisa 400 ribu. Jadi aksesnya jauh lebih luas," kata Nixon.
Skema KPR 35 tahun masih dikaji oleh Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan (DJPI) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Rencana skema KPR 35 tahun merupakan langkah pemerintah secara bertahap menuju zero backlog di 2045, di mana angka backlog di Indonesia masih mencapai 12,71 juta unit pada 2021.