REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN menyebutkan insentif Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh pemerintah mampu mendongkrak permintaan dan pembelian rumah.
“Begitu ada stimulus yang diberikan pemerintah, khususnya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP), minat terhadap rumah mengalami kenaikan yang signifikan,” kata Direktur Consumer and Commercial Lending BTN Hirwandi Gafar di Jakarta, Selasa (27/2/2024).
Merujuk pada data yang ia paparkan, minat pembelian terhadap rumah dengan tipe 70 menguat signifikan dari 6,61 persen pada September 2021 menjadi 11,97 persen pada September 2023.
Sementara tipe 45 naik dari 3,40 persen menjadi 8,96 persen dan tipe 36 naik dari 5,39 persen menjadi 8,40 persen pada periode yang sama.
Menurut dia, terdapat sejumlah kebijakan yang menjadi katalis positif terhadap permintaan dan pembelian rumah, salah satunya stimulus fiskal PPN DTP untuk KPR sampai dengan Rp 2 miliar yang digelontorkan sejak 2021.
Oleh sebab itu, ia menyambut positif keputusan pemerintah melanjutkan insentif PPN DTP hingga akhir 2024, sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7 Tahun 2024 yang mulai berlaku tanggal 13 Februari 2024.
Di samping insentif PPN DTP, kebijakan Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia (BI) juga turut berkontribusi dalam peningkatan minat terhadap properti. Kebijakan tersebut tertuang dalam peraturan Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia Nomor 24/16/PADG/2022 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 21/25/PADG/2019 tentang Rasio Loan to Value untuk Kredit Properti, Rasio Financing to Value untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PADG Perubahan Keempat LTV/FTV dan Uang Muka).
Faktor pendorong lainnya adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun 2023 tentang Bantuan Biaya Administrasi Pembiayaan Pemilikan Rumah Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
“Kebijakan-kebijakan itu sangat membantu masyarakat berpenghasilan rendah dalam pemilikan rumah, lebih ringan sekitar 11 persen daripada membeli normal tanpa kebijakan pemerintah,” ujar Hirwandi.