REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di saat banyak produsen mobil dan pemasok melakukan pertaruhan besar dalam investasi untuk masa depan mobil listrik, permintaan terhadap mobil listrik di dunia saat ini mengalami perlambatan. Kondisi ini membawa dampak yang signifikan, mulai dari membatalkan penawaran umum perdana, kebangkrutan, hingga pemangkasan produksi.
"Benar, laju pertumbuhan mobil listrik melambat, yang menciptakan sejumlah ketidakpastian. Kami akan memproduksi sesuai permintaan," jelas CEO General Motors, Mary Barra, seperti dilansir Reuters pada Rabu (31/1/2024).
Sebelumnya, GM telah menurunkan target produksi mobil listrik karena adanya perlambatan permintaan. Akan tetapi, Barra mengungkapkan bahwa GM termotivasi oleh prediksi industri yang menyatakan bahwa penjualan mobil listrik di Amerika Serikat diperkirakan akan meningkat setidaknya 10 persen pada tahun ini dari sebelumnya 7 persen di 2023.
Situasi serupa juga dialami oleh sejumlah produsen mobil listrik lain, termasuk Ford. Seperti halnya GM, tingkat pertumbuhan yang lebih lamban dari perkiraan mendorong Ford untuk melakukan penurunan produksi mobil listrik.
Di sisi lain, Elon Musk selaku CEO Tesla turut menggarisbawahi perlambatan pertumbuhan penjualan mobil listrik di 2024. Bahkan beberapa hari lalu, saham Tesla kehilangan nilai pasar sekitar 80 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.261 triliun.
Menurut portfolio manager ACR Alpine Capital Research, Tim Piechowski, melambatnya pertumbuhan permintaan mobil listrik dipengaruhi oleh kecemasan konsumen akibat sejumlah keterbatasan terkait mobil listrik. Keterbatasan ini mencakup terbatasnya stasiun pengisian daya mobil listrik dan minimnya resiliensi baterai mobil listrik di suhu rendah.
"Kenyataannya adalah kurva pengadopsian (mobil listrik) akan melambat dan akan ada dorongan terhadap regulator mengenai penghematan bahan bakar," terang Piechowski.
Sejumlah perusahaan berencana menarik kembali....