REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Co-Founder BDS Movement Omar Barghouti mengajak seluruh masyarakat Indonesia, institusi, hingga pemerintah solid untuk memboikot produk-produk atau perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Palestina.
Omar pun mengapresiasi gerakan Boikot Divestasi Sanksi terhadap Israel (BDS) di Indonesia yang saat ini sudah berjalan. Ia mengingatkan gerakan ini hanya bisa efektif jika dilakukan bersama seluruh pihak.
"Kita harus mulai melakukan dari diri sendiri, mengawali boikot produk yang diketahui terlibat langsung dalam pelanggaran berat terhadap rakyat Palestina. Lalu, paling penting juga kita hanya bisa efektif kalau kolektif kita harus bangun solidaritas tidak hanya individu tetapi juga insitutsi hingga pemerintah," ujar Omar saat hadir secara virtual dalam acara BDS Indonesia Town Hall bertajuk Stop the Genocide End Apartheid, dikutip pada Senin (29/1/2024).
Omar menyebut, instrumen yang diperjuangkan BDS adalah tanpa kekerasan termasuk boikot, divestasi, dan sanksi. Tujuan utamanya yakni menyerukan akhir rezim kependudukan Israel atas Palestina yang diskriminatif, rasis, apartheid dan hak rakyat Palestina kembali ke tanah leluhurnya.
Dalam proses boikot sendiri, gerakan BDS mempertimbangkan boikot terhadap produk dari perusahaan yang memiliki keterlibatan dengan penjajahan di Palestina. Akan tetapi, kata Omar, boikot produk bukan berdasarkan identitas yang disasar yakni produk Yahudi, barat, atau asal Amerika Serikat.
"Tetapi produk dari perusahaan yang memiliki bukti keterlibatan langsung dalam pelanggaran kejahatan rakyat Palestina. Kalau ada perusahaan yang melanggar hak-hak itu juga akan jadi sasaran BDS," ujarnya.
Ia mencontohkan keberhasilan boikot ini membuat merek pakaian olahraga PUMA menghentikan sponsor untuk klub-klub Israel yang berada di wilayah Palestina. Tak hanya boikot, BDS juga mendesak divestasi atau penghentian kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang terlibat penjajahan Palestina. Omar pun mendesak agar Indonesia tidak melakukan kerja sama dengan perusahaan tersebut. Hal ini juga bersamaan dengan wacana normalisasi hubungan sejumlah negara mayoritas Muslim dengan Israel.
"Sekarang banyak yang menyerukan sudah saatnya Indonesia menormalisasi hubungan dengan Israel. Ini harus ditentang karena tidak ada faedahnya dan lebih banyak mudaratnya melakukan normalisasi hubungan dengan Israel, karena tidak mendatangkan manfaat ekonomi apapun," ujar Omar.
Selain itu, Omar juga mendorong pemerintah baik pusat hingga daerah maupun perguruan tinggi tidak bekerja sama dengan perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran berat termasuk divestasi embargo militer. Berikutnya kategori sanksi, agar Pemerintah Indonesia memberikan sanksi salah satunya melarang kapal-kapal Israel berlabuh ke Indonesia.
"Kita juga perlu memberikan tekanan kepada negara untuk memberikan sanksi seperti yang dilakukan Malaysia yaitu memblokade kapal-kapal Israel di Pelabuhan Malaysia. Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) juga melakukan pengumuman yang sama," katanya.