Rabu 24 Jan 2024 09:42 WIB

Oxford Serukan Boikot RUU Anti-Boikot Israel

Padahal emerintah memperbolehkan boikot terhadap Rusia dan Belarusia.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Lida Puspaningtyas
Caleg PDIP Maidestal Hari Mahesa menggelar demo boikot produk terafiliasi Israel di depan outlet Starbucks, Pizza Hut, dan McDonald
Foto: Republika.co.id/Febrian Fachri
Caleg PDIP Maidestal Hari Mahesa menggelar demo boikot produk terafiliasi Israel di depan outlet Starbucks, Pizza Hut, dan McDonald

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU anti-boikot Israel semakin kontroversial dan disebut serangan besar terhadap demokrasi lokal. Ini akan dibahas dan diperdebatkan oleh anggota Dewan Kota Oxford, Inggris. Anggota dewan Northfield Brook Ward, Hosnieh Djafari-Marbini, telah mengajukan mosi ke Dewan Kota Oxford dan menyerukan penghentian RUU anti-boikot Israel.

"RUU tersebut sangat kontroversial karena akan mencegah badan-badan publik, termasuk dewan, untuk memboikot negara-negara seperti Israel," ujar Hosnieh saat dilansir dari Oxford mail pada Rabu (24/1/2024).

Baca Juga

Hosnieh mempertanyakan standar ganda rencana tersebut, karena di sisi lain, pemerintah memperbolehkan boikot terhadap Rusia dan Belarusia. Hosnieh menentang alibi RUU tersebut sebagai pendekatan pemerintah untuk membela apa yang benar dan melawan anti-semitisme.

Anggota dewan Oxford Socialist Independents, Djafari-Marbini, mengatakan RUU anti-boikot adalah serangan besar terhadap demokrasi lokal yang berupaya mencegah badan-badan publik membuat pilihan etis mengenai pengeluaran atau investasi. Jika disahkan, hal ini akan mencegah Dewan Kota Oxford memilih untuk memutuskan hubungan keuangan dengan perusahaan-perusahaan yang diketahui terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia atau perusakan lingkungan di seluruh dunia.

"Jika hal ini diterapkan pada 1980an, misalnya, hal ini bisa saja memaksa otoritas lokal seperti Dewan Kota Oxford, serta dua universitas kita, untuk melakukan bisnis dengan rezim apartheid rasis di Afrika Selatan," ucap Djafari.

Djafari menambahkan Oxford adalah kota yang berwawasan ke luar dan bangga dengan hubungan internasionalnya yang kuat. Djafari menyampaikan Oxford sudah lama memiliki hubungan dengan Palestina melalui hubungan budaya, pendidikan, dan medis sehingga disamakan dengan Ramallah.

"Beberapa rekan saya, Prof Maynard dan Dr Harrington, baru-baru ini kembali dari Gaza di mana mereka menyaksikan penghancuran sistem layanan kesehatan secara sistematis oleh pasukan Israel. Ribuan warga telah menghadiri protes, aksi unjuk rasa, dan menandatangani petisi yang menuntut diakhirinya kekerasan," kata Djafari.

Anggota dewan kota Chris Jarvis, yang merupakan pemimpin Kelompok Partai Hijau dan pendukung mosi tersebut, mengatakan boikot telah memainkan peran utama dalam beberapa gerakan terpenting untuk perubahan sosial dalam sejarah. Chris menyebut universitas, dewan lokal dan badan-badan publik lainnya yang berpartisipasi dalam boikot merupakan bagian penting dari gerakan global yang menjatuhkan apartheid di Afrika Selatan.

"RUU ini harus dihentikan. Saya berharap para anggota dewan setuju untuk mengesampingkan perbedaan partai untuk mendukung mosi ini dengan sepenuh hati," kata Chris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement