Ahad 21 Jan 2024 10:58 WIB

Bagaimana Kondisi Ekonomi China pada 2024?

Ekonomi China di bawah performa terbaiknya

Kawasan bisnis Beijing, China (ilustrasi).  Ekonomi China di bawah performa terbaiknya
Foto:

 

Pengangguran dan property

Dua hal yang juga dibahas Paul Krugman dalam analisisnya adalah soal angka angkatan kerja di China.

Pada Januari 2024, pemerintah China kembali membuka data pengangguran setelah sejak Juni 2023 tidak lagi merilisnya.

Angka pengangguran di perkotaan menurut NBS mencapai 5,2 persen pada 2023 atau turun 0,4 poin dibanding pada 2022.

Saat ini NBS memperkenalkan kategori baru dalam survei di 31 kota besar di China yaitu kategori usia 16-24 tahun angka pengangguran mencapai 14,9 persen, usia 25-29 tahun angkanya 6,1 persen dan 30-59 tahun mencapai 3,9 persen.

"Kami telah mengecualikan pelajar ketika mensurvei pengangguran di kelompok usia 16-24 tahun dan baru membuat kelompok usia 25-29 yang tidak menyertakan pelajar untuk mencerminkan situasi pengangguran di kalangan generasi muda dengan lebih akurat," Kepala NBS China Kang Yi.

Dia menambahkan bahwa pelajar menyumbang lebih dari 60 persen penduduk perkotaan berusia antara 16-24 tahun pada 2023. Data pengangguran untuk kelompok usia 25-29 tahun ditambahkan agar dapat menunjukkan iklim kerja bagi generasi muda di tahun-tahun setelah kelulusan.

Jumlah lapangan kerja baru yang diciptakan di perkotaan antara Januari dan November 2023 meningkat menjadi 11,8 juta, naik sekitar 350.000 (yoy).

Meski ada tekanan pada pasar kerja pada 2024, Kang menyebut iklim ketenagakerjaan diperkirakan akan tetap stabil seiring dengan meningkatnya kondisi yang mendukung.

Sedangkan mengenai sektor properti, data NBS menunjukkan terjadinya penurunan harga rumah pada Desember 2023.

Data menunjukkan di empat kota tingkat pertama, yaitu Beijing, Shanghai, Guangzhou dan Shenzhen, harga rumah baru turun 0,4 persen sementara harga rumah yang dijual kembali turun 1,1 persen pada Desember 2023, sementara kota-kota kecil melaporkan penurunan harga sebesar 1,8 persen.

Seperti dalam laporan lembaga pemeringkat Standard & Poor's Global Ratings, model pertumbuhan ekonomi China tampaknya telah beralih dari model yang didorong oleh ekspor dan investasi menjadi konsumsi dan inovasi teknologi, proses besar yang memakan waktu sekitar 1 abad bagi negara-negara Barat namun hanya butuh beberapa dekade bagi China.

Pada pertengahan tahun 2000-an, pertumbuhan produksi baja mencapai puncaknya yaitu sebesar 30 persen, namun saat ini angka tersebut melambat bahkan cenderung.

Dalam 2-3 dekade, China mengejar negara-negara Barat menjadi pemimpin dalam teknologi dan inovasi mutakhir, misalnya, dalam kendaraan listrik (EV), baik dalam hal produksi maupun konsumsi. 

Penjualan EV di China meningkat jauh lebih pesat dibandingkan Amerika Serikat dan negara-negara pengguna kendaraan listrik lainnya.

Baca juga: Golongan yang Gemar Membaca Alquran, Tetapi Justru tidak Mendapat Syafaatnya

Meski ada pelambatan dalam ekspor yang juga berpengaruh ke angka pertumbuhan ekonomi China, namun negara Tirai Bambu itu tampaknya memilih metode yang "berbeda" dengan pakem negara-negara Barat.

Pakem tersebut disampaikan Presiden China yang juga Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC) Xi Jinping dalam sesi pembukaan "Studi tentang Peningkatan Pembangunan Berkualitas Tinggi di Sektor Keuangan" di Sekolah Partai Komite Sentral PKC, Beijing pada 16 Januari 2024.

"Untuk meningkatkan kekuatan dan performa ekonomi negara, penting untuk menjaga kombinasi supremasi hukum dan supremasi moral serta menumbuhkan budaya ekonomi yang sesuai dengan karakteristik China", kata Presiden Xi.

 

 

photo
Jejak Presiden China Xi Jinping - (BBC)

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement