Selasa 16 Jan 2024 20:35 WIB

Gugatan Syarat Usia Cawapres Kembali Ditolak MK, Dua Hakim Nyatakan Alasan Berbeda

Dengan demikian, ketentuan mengenai syarat usia capres-cawapres dalam Pilpres 2024 ta

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andri Saubani
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 mengenai uji formil batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Majelis hakim MK menolak permohonan uji formil batas usia capres dan cawapres yang diajukan pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan pengajar UGM Zainal Arifin Mochtar.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) bersama Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) bersiap memimpin sidang perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 mengenai uji formil batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/1/2024). Majelis hakim MK menolak permohonan uji formil batas usia capres dan cawapres yang diajukan pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan pengajar UGM Zainal Arifin Mochtar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruhnya permohonan Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 terkait pengujian formil Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan demikian, ketentuan mengenai syarat usia capres-cawapres dalam Pilpres 2024 tak berubah. 

MK merujuk putusannya dengan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Permohonan ini semula diajukan Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yaitu Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar.

Baca Juga

"Mengadili, dalam Provisi, menolak permohonan provisi para Pemohon. Dalam Pokok Permohonan, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (16/1/2024).

MK mempertimbangkan dalam mengadili permohonan Perkara Nomor 145/PUU-XXI/2023 dengan tidak menyertakan Hakim Konstitusi Anwar Usman. MK pun mengadili perkara permohonan ini dengan mendasarkan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang tentang MK, yaitu tanpa melalui agenda pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan Pihak Terkait.

MK menegaskan putusan MK tidak mengenal adanya putusan yang tidak sah meskipun dalam proses pengambilan putusan yang dilakukan para hakim konstitusi terbukti salah seorang hakim yang ikut memutus perkara tersebut melanggar etik sebagaimana telah ditegaskan dalam Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023 dan Putusan MK Nomor 131/PUU-XXI/2023. 

"Hal tersebut tidak serta-merta mengakibatkan putusan tersebut tidak sah atau batal," ujar hakim MK Guntur Hamzah. 

photo
Putusan MK Berubah Setelah Adik Ipar Jokowi Ikut Rapat - (infografis Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement