Kamis 28 Dec 2023 21:17 WIB

Indef: Debat Cawapres Belum Beri Solusi Jitu untuk Ekonomi RI

Visi cawapres terkait Indonesia Emas tidak dibekali dengan investasi SDM unggul.

Visi cawapres terkait Indonesia Emas tidak dibekali dengan investasi SDM unggul.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Visi cawapres terkait Indonesia Emas tidak dibekali dengan investasi SDM unggul.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai debat calon wakil presiden (cawapres) yang diselenggarakan pada Jumat (22/12/2023) belum mampu memberikan solusi jitu untuk perekonomian Indonesia. Salah satunya adalah yang berkaitan dengan bonus demografi.

“Debat cawapres ternyata belum memberikan suatu solusi yang jitu untuk perekonomian Indonesia, karena pada saat ide-ide dikemukakan oleh pasangan cawapres, itu belum membumi,” kata Esther dalam Diskusi Publik Ekonom Perempuan Indef yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (28/12/2023).

Baca Juga

Esther menyoroti visi cawapres yang ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045, termasuk dengan memanfaatkan generasi emas karena adanya bonus demografi. Namun, menurut Esther, visi cawapres tersebut tidak dibekali dengan investasi sumber daya manusia (SDM) yang memadai.

“Malah beberapa programnya dikerahkan ke masalah pembangunan ibu kota baru maupun infrastruktur, yang menurut saya itu bukan menjadi program prioritas,” ujar Esther.

Esther berharap capres dan cawapres dapat menyadari bahwa untuk mewujudkan kekuatan ekonomi yang besar bagi Indonesia dibutuhkan investasi SDM, modal yang besar, dan teknologi.

Dalam kesempatan terpisah, ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyayangkan perdebatan capres mengenai target pertumbuhan ekonomi yang tidak mendalami upaya penguatan daya beli masyarakat. Padahal, pembentuk produk domestik bruto (PDB) terbesar adalah konsumsi rumah tangga. Namun, ia mengapresiasi cawapres yang membawa pembahasan Incremental Capital Output Ratio (ICOR) ke panggung debat.

ICOR merupakan rasio antara tambahan modal yang dibutuhkan untuk menghasilkan tambahan keluaran atau output. ICOR yang tinggi menunjukkan bahwa investasi di suatu negara membutuhkan biaya yang besar.

Huda berpendapat memang perlu adanya dorongan ekstra untuk bisa menekan angka ICOR.

“ICOR yang tinggi tadi dibahas dan itu bagus karena ICOR kita menyentuh level 6,7. Perlu dorongan ekstra untuk bisa menekan ICOR ke angka 4-5 poin,” ujar Huda.

 

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement