REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesie (BI) mencatat nilai tukar rupiah pada 22 November 2023 menguat 1,99 persen dibandingkan dengan posisi akhir Oktober 2023. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah tercatat stabil dibandingkan mata uang beberapa negara Asia lainnya.
“Secara year-to-date, nilai tukar rupiah tercatat stabil, dengan depresiasi terbatas 0,04 persen dari level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan rupee India, baht Thailand, dan ringgit Malaysia yang masing-masing tercatat melemah sebesar 0,70 persen, 1,70 persen, dan 5,84 persen,” kata Perry saat konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) di Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Perry mengatakan, penguatan nilai tukar rupiah tersebut didorong oleh aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi yang tetap baik dengan stabilitas yang terjaga dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Ke depannya, Perry menyebut upaya stabilisasi nilai tukar rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung pengendalian inflasi dari barang impor.
“Strategi operasi moneter “pro market" melalui instrumen SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) dan SVBI (Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia) dioptimalkan guna meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri,” ujar Perry.
Lebih lanjut, Perry mengatakan pihaknya terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Sebelumnya, BI melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 22 dan 23 November 2023 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) di level 6 persen.
Suku bunga deposit facility juga dipertahankan di level 5,25 persen dan suku bunga lending facility di posisi 6,75 persen. Kebijakan tersebut diambil untuk menjaga nilai tukar rupiah dari dampak ketidakpastian global.