Rabu 08 Nov 2023 13:25 WIB

PSHK UII: Putusan MKMK Ganjaran Bagi yang Abaikan Konstitusi 

PSHK FH UII meminta Mahkamah Konstitusi untuk segera berbenah.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Bintan R. Saragih (kanan) memimpin sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melaukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim Konstitusi. MKMK juga menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK.
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie bersama anggota Bintan R. Saragih (kanan) memimpin sidang pembacaan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (7/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melaukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim Konstitusi. MKMK juga menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua MK.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menyampaikan sikapnya terkait Putusan Nomor 2 sampai dengan 5/MKMK/L/11/2023 Mahkamah Kehormatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MKMK). PSHK FH UII menilai putusan tersebut merupakan ganjaran bagi pihak melanggar konstitusi.

"Putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi pemberhentian hakim Anwar Usman dari jabatan ketua MK dan mencabut haknya untuk mencalonkan diri atau dicalonkan diri sebagai pimpinan MK serta melarang keterlibatan dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan pemilihan umum yang memiliki potensi benturan kepentingan, merupakan sikap konstitusional MKMK untuk memberikan ganjaran bagi siapa saja yang mencoba keluar dari rel untuk melawan dan mengikis iklim demokrasi serta mengabaikan konstitusi pasti mendapat bayarannya," kata peneliti PSHK FH UII, Retno Widiastuti, dalam pernyataan sikapnya, Rabu (8/11/2023)

Baca Juga

PSHK FH UII menilai putusan MKMK yang menjatuhkan sanksi teguran secara kolektif kepada seluruh hakim MK, menguatkan indikasi atas terjadinya strong abusive judicial review pada proses pengujian undang-undang tentang syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden.

PSHK FH UII memandang praktik pengujian undang-undang oleh MK tersebut harus benar-benar dicatat oleh sejarah dan menjadi preseden buruk dalam perjuangan konstitusional sehingga ke depannya menjadi rambu-rambu pengingat baik bagi hakim-hakim konstitusi maupun bagi seluruh penyelenggara negara agar praktik tersebut tidak terulang.

Pandangan MKMK yang menolak untuk menilai putusan MK tentang syarat batas usia calon presiden dan wakil presiden, membuktikan bahwa MKMK telah memutus sesuai dengan kewenangannya, karena sejatinya MKMK merupakan peradilan etik yang bertujuan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan Kode Etik Hakim Konstitusi, bukan peradilan tingkat banding yang berwenang membatalkan putusan MK.

PSHK FH UII merekomendasikan beberapa hal terkait hal tersebut. Pertama, hakim-hakim konstitusi harus tunduk dan patuh atas putusan MKMK dan menjalankan seluruh rekomendasi MKMK dalam membangun integritas, imparsialitas, dan independensi hakim Konstitusi. 

Selain itu PSHK FH UII juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk segera berbenah dan terus bergerak pada rel demokrasi dan konstitusi. Dengan demikian, citra baik MK diharapkan dapat diharapkan kembali bukan justru terjerembap pada sikap-sikap yang mencerminkan judicial dysfunction maupun yang meruntuhkan kembali citra MK.

"Ketiga, akademisi dan organisasi masyarakat sipil tetap memberikan pengawalan agar penyelenggaraan negara tetap sesuai dengan hukum dan keadilan," ujarnya dalam akhir pernyataan tertulis tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement