Rabu 01 Nov 2023 17:15 WIB

Perludem: Pemilih Lebih Tertarik Pilpres daripada Pileg

Pengamat dari Perludem sebut pemilih lebih tertarik ikuti Pilpres daripada Pileg.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Bilal Ramadhan
Peserta dan petugas pemilu (Ilustrasi). Pengamat dari Perludem sebut pemilih lebih tertarik ikuti Pilpres daripada Pileg.
Foto: Republika TV
Peserta dan petugas pemilu (Ilustrasi). Pengamat dari Perludem sebut pemilih lebih tertarik ikuti Pilpres daripada Pileg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan tantangan pemilu serentak 2024 yang paling kentara adalah masyarakat pemilih yang terlalu ingar bingar pada pemilihan presiden. Sementara itu, pemilihan legislatif dikesampingkan, padahal merupakan aspek penting dalam pemilihan pejabat oleh publik.

Titi mengatakan bahwa data angka partisipasi pemilih di Indonesia terbilang tinggi, yakni bergerak di angka sekitar 80 persen. Selain itu, ada sejumlah kemudahan atau akses yang diberikan kepada pemilih untuk bisa mencoblos, diantaranya ditetapkan hari pencoblosan sebagai hari libur.

Baca Juga

“Dengan segala layanan dan angka partisipasi yang tinggi, pertanyaannya, apakah suara kita betul-betul bermakna? Ternyata masih ada problem di dalam pemilu kita. Tantangan pertama yakni pemilih orientasi pada pemilihan presiden, akhirnya tidak perhatian pada pemilihan legislatif,” kata Titi.

Titi menampilkan data kursi dan daerah pemilihan dimana pemilihan presiden dan wakil presiden hanya memiliki proporsi satu. Sementara itu, jumlah kursi DPR berjumlah 580 kursi, DPRD provinsi sebanyak 2.372, DPRD kabupaten/kota berjumlah 17.510 kursi, serta DPD berjumlah 152 kursi. Total kursi dalam pemilihan umum yang diperebutkan para pejabat berjumlah 20.615 kursi dengan jumlah dapil 2.749.

“Kita memang butuh presiden yang baik, kokoh, kuat, solid dalam memimpin, tapi itu saja tidak cukup. Presiden yang baik akan mudah tergelincir menjadi tirani mayoritas kalau parlemennya juga tidak kuat di dalam mengimbangi fungsi check and balancing,” kata dia.

“Kita tidak mungkin punya presiden yang baik kalau parlemennya cuma jadi stempel. Ini jadi refleksi karena atensi kita seolah-olah dikooptasi oleh hanya pemilu presiden,” lanjut dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement