Rabu 18 Oct 2023 06:40 WIB

Seberapa Akurat Prakiraan Cuaca di Indonesia Dibandingkan Negara Lain?

Tingkat akurasi prakiraan cuaca di Indonesia cukup tinggi dibandingkan negara lain.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Petugas pemantau cuaca BMKG menunjukan peta prakiraan probabilistik peluang curah hujan. (ilustrasi). Tingkat kurasi prakiraan cuaca di Indonesia mencapai 90 persen.
Foto: Antara/Jojon
Petugas pemantau cuaca BMKG menunjukan peta prakiraan probabilistik peluang curah hujan. (ilustrasi). Tingkat kurasi prakiraan cuaca di Indonesia mencapai 90 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Cuaca panas yang menyengat berbagai wilayah Indonesia membuat masyarakat merindukan turunnya hujan. Pada Februari lalu, BMKG sudah memprediksi bahwa musim kemarau yang lebih kering dan panjang karena disertai El Nino dan Indian Ocean Dipole Positif, akan mulai terjadi pada Juli hingga November 2023 di sebagian besar wilayah Indonesia. 

Meskipun prediksi iklim tersebut terbukti tepat, namun prakiraan cuaca masih bisa meleset. Saat ini belum ada satu pun negara yang mampu memberikan prakiraan cuaca dengan akurasi 100 persen. Apalagi dengan adanya fenomena perubahan iklim global, menjadikan cuaca dan iklim semakin rumit, kompleks dan tidak pasti. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi ilmuwan iklim dan cuaca serta bagi lembaga layanan cuaca dan iklim di seluruh dunia. 

Baca Juga

Lalu bagaimana BMKG menyikapi kompleksitas dan ketidakpastian cuaca yang makin meningkat, akibat pengaruh perubahan iklim global saat ini?  Sebenarnya seberapa akurat prakiraan cuaca di Indonesia?

Kepala BMKG Dwikorita mengatakan, akurasi prakiraan cuaca BMKG saat ini mencapai 90 persen, yang berarti masih dapat meleset sekitar 10 persen. Menurut dia, BMKG menyikapi hal itu dengan serius untuk menjaga dan meningkatkan akurasi ini. 

Untuk itu, pihaknya telah melakukan investasi yang cukup besar untuk meningkatkan akurasi dari 80 persen pada 2017 menjadi 90 persen untuk target di tahun 2024. Hal ini baru berhasil dalam waktu kurang lebih lima tahun. 

Jika dibandingkan negara lain, misalnya di Korea, tingkat keakurasian prakiraan cuaca hanya 46 persen. Jadi peluang melesetnya lebih besar daripada di Indonesia. Di Inggris akurasiannya 86,5 persen. “Karena upaya peningkatan akurasi ini membutuhkan  biaya mahal," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (17/10/2023).

Dwikorita mengungkapkan, pada 2017 akurasi prediksi cuaca di Indonesia hanya sekitar 80 persen. Artinya, ada kemungkinan meleset 20 persen. Tapi sekarang, keakurasiannya mencapai 90 persen. Untuk menaikkan 5 sampai 10 persen, difasilitasi atau dibayar oleh negara guna melakukan inovasi teknologi, sistem dan peralatan penunjang, serta untuk peningkatan kapasitas SDM. 

Prakiraan cuaca di Indonesia dinilai lebih rumit dibandingkan dengan prakiraan cuaca di negara benua. Pasalnya Indonesia merupakan negara kepulauan yang  dipengaruhi oleh dua samudra besar dan dua benua. Dwikorita mengatakan, prakiraan cuaca di Indonesia lebih kompleks dan rumit dibandingkan di negara-negara benua seperti di Amerika, Cina, atau Australia. "Karena gangguannya tuh banyak, sehingga kemungkinan meleset juga bisa, kurang lebih 10 persen melesetnya. Kami belum bisa 100 persen akurat untuk prakiraan cuaca publik, pasti ada melesetnya," kata dia.

Meski begitu, dia mengatakan, sebelum meleset, prakirawan (forcaster) yang telah terlatih dan berpengalaman bisa mendeteksi dini bahwa prakiraan cuaca tersebut kira-kira akan meleset. "Dia bisa melakukan 'amandemen' beberapa jam hingga satu jam sebelumnya (harusnya cuaca cerah, namun orang tersebut mempunyai intuisi akan hujan). Dia bisa mengubah hasil prakiraan itu sejam sebelum kejadian, dengan orang bukan dengan mesin," ujarnya.

Sementara pemodelan tadi itu menggunakan mesin. Data dimasukkan ke dalam sistem processing numeris dalam komputer, dan komputer mengeluarkan hasil, hasilnya itu penghitungan komputasi. Namun di BMKG ada prakirawan yang bisa menjaga hasil komputasi itu, bila kira-kira ada potensi meleset (10 persen bisa meleset). Prakirawan tersebut bisa mengubah hasil komputasi itu berdasarkan pengalaman historisnya dan perkembangan cuaca yg terjadi. 

"Jadi akurasi sangat ditentukan oleh kerapatannya titik dan jaringan observasi, inovasi teknologi, dan kapasitas SDM," ujar Dwikorita.

Dwikorita mengatakan, untuk mengatasi 10 persen meleset, BMKG gencar melakukan inovasi teknologi berbasis IOT (Internet of Thinks), AI (Artificial Inteligent), Machine Learning, dan BIG Data, serta peningkatan kapasitas  SDM. Di BMKG terdapat kurang lebih 5000 SDM yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.

Pegawai tersebut sudah dilatih dan kuliah empat tahun di Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. BMKG menargetkan lahirnya 500 doktor baru sebelum tahun 2030 untuk meningkatkan dan menguatkan daya inovasi, analitis, prakiraan, prediksi dan proyeksi terhadap fenomena cuaca, iklim, gempa, dan tsunami. 

Bagi masyarakat yang ingin mengetahui prediksi cuaca dengan tingkat akurasi 90 persen, bisa mengakses aplikasi info BMKG. Aplikasi ini bisa diunduh di App Store atau Play Store.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement