Sabtu 23 Sep 2023 09:54 WIB

Presiden Azerbaijan Minta Maaf ke Vladimir Putin

Permintaan maaf ini terkait insiden salah tembak terhadap lima tentara Rusia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.
Foto: AP/Alexandr Demyanchuk/Pool Sputnik Kremlin
Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) berjabat tangan dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev menyampaikan permohonan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin. Hal itu menyusul tewasnya lima tentara Rusia yang menjadi pasukan penjaga perdamaian di Nagorno-Karabakh. Kelima tentara itu tewas ditembak militer Azerbaijan karena dikira anggota pasukan etnis Armenia.

“Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev meminta maaf dan menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas kematian tragis pasukan penjaga perdamaian Rusia di Karabakh selama (melakukan) panggilan telepon dengan Vladimir Putin. Dia menggarisbawahi bahwa penyelidikan menyeluruh atas insiden tersebut akan dilakukan,” demikian bunyi laporan kantor berita Rusia, TASS, Jumat (22/9/2023).

Baca Juga

Sebelumnya Kejaksaan Agung Azerbaijan mengungkapkan, insiden penembakan yang menewaskan lima tentara Rusia terjadi pada Rabu (20/9/2023) lalu. “Pada tanggal 20 September, sekelompok tentara Azerbaijan yang berpartisipasi dalam kegiatan kontra-terorisme di daerah pedesaan desa Canyatak di wilayah Terter salah mengira kendaraan yang membawa personel Pasukan Penjaga Perdamaian Rusia sebagai kendaraan milik pasukan ilegal Armenia dan melepaskan tembakan karena medan yang sulit, hujan, dan berkabut. Akibat kejadian itu, lima personel Pasukan Penjaga Perdamaian Rusia kehilangan nyawa,” katanya, dikutip Anadolu Agency, Kamis (21/9/2023).

Menurut Kejaksaan Agung Azerbaijan, pada hari dan di desa yang sama, pasukan etnis Armenia juga menembaki sebuah truk milik Pasukan Penjaga Perdamaian Rusia. Mereka menyebut, seorang tentara Rusia tewas dan seorang tentara lainnya terluka akibat penembakan itu.

Kejaksaan Agung Azerbaijan mengungkapkan, saat ini pihaknya telah meluncurkan penyelidikan terhadap insiden dua penembakan yang menyebabkan enam tentara Rusia di Nagorno-Karabakh tewas. Kejaksaan Rusia turut dilibatkan dalam proses investigasi.

Pada Selasa (19/9/2023) lalu, Azerbaijan melancarkan operasi militer ke wilayah Nagorno-Karabakh. Mereka menyebut operasi itu sebagai operasi “anti-teroris”. Tujuan operasi adalah memukul pasukan etnis Armenia yang mengontrol wilayah tersebut. Sedikitnya 25 orang telah dilaporkan tewas dalam operasi militer Azerbaijan. 

Kelompok separatis yang didukung Armenia sebelumnya mendesak Azerbaijan untuk memulai negosiasi dan menghentikan permusuhan. “Pihak (Karabakh) menyerukan pihak Azerbaijan untuk segera melakukan gencatan senjata dan duduk di meja perundingan untuk mengatasi situasi ini,” kata kementerian luar negeri wilayah yang memisahkan diri tersebut.

Pemerintah Azerbaijan mengatakan bersedia melakukan pertemuan dengan pasukan etnis Armenia yang mengontrol wilayah sengketa Nagorno-Karabakh. Namun Azerbaijan meminta mereka terlebih dulu meletakkan senjata dan menyerah.

“Untuk menghentikan tindakan anti-teroris, angkatan bersenjata ilegal Armenia harus mengibarkan bendera putih, menyerahkan semua senjata, dan rezim ilegal harus membubarkan diri,” kata Kantor Kepresidenan Azerbaijan dalam sebuah pernyataan, Selasa lalu.

Dalam pernyataan tersebut diterangkan, Azerbaijan bersedia bertemu dengan perwakilan pasukan etnis Armenia di Yevlakh, sebuah kota di Azerbaijan yang terletak sekitar 100 kilometer dari basis pasukan etnis Armenia, yakni Stepanakert. Namun ditegaskan kembali bahwa pertemuan tersebut hanya dapat terlaksana jika pasukan etnis Armenia menyerah.

“Jika tidak, tindakan anti-teroris akan terus berlanjut hingga akhir,” kata Kantor Kepresidenan Azerbaijan.

Armenia dan Azerbaijan telah terlibat pertikaian sejak dekade 1990-an. Pemicu utamanya adalah Nagorno-Karabakh, sebuah wilayah yang terletak di dalam Azerbaijan, tapi berada di bawah kendali pasukan etnis Armenia. Pada 2020 lalu, kedua negara terlibat pertempuran sengit di wilayah tersebut.

Konfrontasi berlangsung selama enam pekan dan memakan korban lebih dari 6.500 jiwa. Rusia menjadi pihak yang berhasil mendorong kedua negara menyepakati gencatan senjata.  Berdasarkan perjanjian, 2.000 tentara penjaga perdamaian Rusia dikerahkan ke wilayah tersebut.

Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan. Hal itu karena Armenia setuju menyerahkan beberapa bagian wilayah di Nagorno-Karabakh ke Azerbaijan sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement