Jumat 15 Sep 2023 16:12 WIB

Gabung OECD atau BRICS? Ini Untung Ruginya untuk Indonesia

OECD dan BRICS memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Rep: Novita Intan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Presiden Jokowi saat memberikan keterangannya usai menghadiri KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023).
Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi saat memberikan keterangannya usai menghadiri KTT BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Kamis (24/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai wacana Indonesia bergabung dengan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) maupun organisasi BRICS memiliki keuntungan strategis di sektor ekonomi secara regional dan global.

Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy menilai, OECD dan BRICS memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. “Karena sekali lagi seperti yang disampaikan di atas kedua kelompok negara ini punya posisi strategis masing-masing baik itu secara regional maupun dalam kancah perekonomian global,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Jumat (15/9/2023).

Baca Juga

Menurut Rendy, bergabungnya Indonesia dalam OECD bisa dimanfaatkan nantinya ketika Indonesia ingin mengakses pasar Eropa sebagai negara tujuan ekspor maupun negara diversifikasi tujuan ekspor. Hal ini karena beberapa anggota OECD adalah negara Eropa yang sifatnya maju.

“Saya pikir ketika Indonesia bisa bergabung dengan OECD membuka peluang kemudian mengakses pasar-pasar tersebut,” ucapnya.

Soal waktu, menurutnya, diperlukan penghitungan secara resmi. Namun, jika dilihat standar-standar yang umumnya melekat pada negara-negara OECD merupakan standar-standar yang berlaku pada negara-negara yang dikategorikan sebagai negara maju. 

“Apa indikator dari negara maju salah satunya adalah pendapatan per kapita yang tinggi. Saat ini Indonesia belum sepenuhnya menjadi negara maju karena posisi Indonesia saat ini berada pada negara pendapatan menengah,” ucapnya.

Menurutnya ada hal yang perlu diperhatikan pemerintah jika ingin bergabung menjadi negara OECD. Contohnya, standar ekonomi yang memperhatikan unsur keberlanjutan, salah satu standar yang banyak dianut oleh banyak negara-negara yang terkategorisasi sebagai negara maju. Selain itu, soal ekspor, banyak standar seperti mencapai prasyarat non-tarif barriers yang harus dipenuhi dulu oleh Indonesia ketika ingin mengakses pasar-pasar dari negara maju ini.

“Kerap kali aturan nontarif ini sifatnya sangat teknis dan presisi sehingga dibutuhkan kejelian Indonesia terutama pelaku usahanya untuk kemudian misalnya bisa menyamakan standar dalam kesepakatan non-tarif barriers,” ucapnya.

Sementara itu Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, wacana Indonesia bergabung dengan OECD perlu memperketat perlindungan terkait lingkungan hidup dan mempercepat transisi energi. Beberapa standar yang diadopsi dari OECD bisa memperkuat posisi Indonesia tingkat global dan lebih terbuka bagi peluang investasi berkualitas dari negara maju. 

“OECD akan menjadi prasyarat yang baik bahwa menuju pada negara maju perlu persamaan standar dulu dan Indonesia mungkin bisa belajar banyak dari OECD bagaimana mempersiapkan struktur ekonomi yang lebih baik misalnya penguatan kapasitas industri manufaktur dan teknologi,” ucapnya.

Bagaimana jika Indonesia bergabung dengan BRICS? (Selanjutnya)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement