REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin mengatakan, Indonesia mensyaratkan pembangunan pabrik baterai untuk panel surya di Indonesia terkait ekspor listrik bersih rendah karbon ke Singapura.
"Yang kita syaratkan di Indonesia adalah pabriknya buatan Indonesia, jadi solar panel baterainya buatan Indonesia kalau mau ekspor," ujar Rachmat usai penutupan Indonesia Sustainability Forum di Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Rachmat menjelaskan, solar panel tersebut harus memenuhi 60 persen Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Artinya, pabrik tersebut harus berdiri di Tanah Air.
"Pabrik ini mau terbangun baik di Batam atau Jawa atau wilayah mana pun, itulah yang akan digunakan dan secara umum nanti akan terbentuk industri di Indonesia. Pertamanya memang untuk mendukung demand dari Singapura," kata Rachmat.
Lebih lanjut, pembangunan industri sel surya dan baterai akan lebih ditingkatkan di Indonesia. Sebab, PT PLN (Persero) telah berniat untuk menumbuhkan kembali penggunaan solar panel di Indonesia.
"Tentunya kita butuh industri ini," katanya.
Indonesia dan Singapura baru saja menandatangani nota kesepahaman terkait dengan ekspor listrik bersih rendah karbon sebesar 2 gigawatt. Singapura akan melakukan impor 4 gigawatt listrik rendah karbon pada 2035, di mana 50 persen dari total yang dibutuhkan berasal dari Indonesia.
Kerja sama antara Indonesia dan Singapura, merupakan sebuah kerangka kerja untuk memfasilitasi proyek-proyek komersial guna mengembangkan energi karbon dan perdagangan listrik lintas batas serta interkoneksi kedua negara.
Perusahaan-perusahaan asal Indonesia yang terlibat dalam ekspor listrik rendah karbon adalah konsorsium Pacific Medco Solar Energy, PT Adaro Clean Energy Indonesia dan PT Energi Baru TBS. Secara kolektif, perusahaan-perusahaan tersebut diusulkan untuk memasang sekitar 11 gigawatt kapasitas solar PV dan 21 gigawatt penyimpanan energi baterai di Indonesia.