Kamis 31 Aug 2023 11:45 WIB

Menurunnya BPR yang Dilikuidasi dan Peran LPS Melindungi Nasabah

Sepanjang 2022 dan paruh pertama 2023, masing-masing hanya satu BPR yang dilikuidasi.

Rep: Erik PP/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Pramuka mendapatkan edukasi tentang peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Buperta Cibubur, Jakarta Timur, Ahad (20/8/2023).
Foto: Prayogi/Republika
Anggota Pramuka mendapatkan edukasi tentang peran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Buperta Cibubur, Jakarta Timur, Ahad (20/8/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, Jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) di Indonesia kian menurun dari waktu ke waktu. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, mencatat pada akhir 2022, jumlah BPR sebanyak 1.608 unit yang tersebar di seluruh negeri.

Pada April 2023, jumlahnya menjadi 1.596 BPR dan pada Mei turun lagi di angka 1.584 BPR. Adapun pada Juni 2023, jumlah BPR masih sama dengan yang tercatat pada bulan sebelumnya.

"Rupanya sudah turun banyak nih. Oh gak denger kepanikan macam-macam? Itu karena merger, akuisisi, atau konsolidasi yang didesain OJK," kata Purbaya saat konferensi pers rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) III Tahun 2023 di gedung Otoritas Jasa Keungan (OJK), Jakarta Pusat pada awal Agustus 2023.

Menurut Purbaya, menurunnya jumlah BPR tidak selalu terkait dengan kabar buruk. Hal itu lantaran jumlah BPR yang dilikuidasi semakin menurun. Dalam catatan Republika.co.id, jumlah BPR yang dilikuidasi pada 2020 dan 2021 masing-masing delapan unit. Kemudian sepanjang 2022 dan hingga paruh pertama 2023, masing-masing hanya satu BPR yang dilikuidasi.

Hal itu menandakan pengelolaan keuangan BPR terhadap simpanan nasabah semakin membaik. Pasalnya, jumlah BPR yang dilikuidasi semakin berkurang seiring membaiknya pengawasan di lapangan.

"Jadi sejauh ini hanya satu BPR yang diserahkan ke LPS selama 2023 ini. 'Wou ada bank jatuh?' Cuma satu, average biasanya kalau kita tarik ke belakang biasanya enam sampai tujuh BPR, sekarang keadaanya masih bagus banget," ucap Purbaya.

Paling baru, LPS sedang memproses likuidasi PT BPR Bagong Inti Marga asal Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Hal itu setelah OJK mencabut izin operasi BPR Bagong Inti Marga pada 2 Februari 2023. Konsekuensinya, LPS sekarang sedang menangani dan menjamin dana nasabah agar bisa balik.

Dikutip dari laman resmi LPS, total ada 119 bank bermasalah yang sudah dan sedang dalam proses likuidasi. Kasus pertama menimpa PT BPR Tripillar Arthajaya asal Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 19 Januari 2006. Proses likuidasi sudah selesai dan duit nasabah sudah dikembalikan.

Adapun dari 119 bank bermasalah, statusnya 118 BPR dan satu bank umum. Jika dirinci lagi, dari 118 BPR terdiri dari 105 BPR umum dan 13 BPR syariah. Itu pun masih terbagi 115 bank sudah berstatus dilikuidasi dan empat bank dalam proses dilikuidasi.

Secara total, LPS telah membayarkan simpanan kepada nasabah mencapai Rp 1,75 triliun. Sementara itu, simpanan yang tak layak bayar mencapai Rp 373 miliar.

Selain PT BPR Bagong Inti Marga, tiga kasus lainnya menimpa PT BPR Pasar Umum asal Kota Denpasar, Provinsi Bali pada 25 November 2022, PT BPRS Asri Madani Nusantara asal Kabupaten Jember, Jawa Timur pada 15 September 2021, dan PT BPR Utomo Widodo asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur yang dalam proses dilikuidasi.

LPS pun bergerak sigap menyikapi likuidasi BPR, khususnya yang terbaru dengan melakukan proses pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah di Banyuwangi. Sekretaris Lembaga Dimas Yuliharto menjelaskan, LPS dalam rangka pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah PT BRP Bagong Inti Marga perlu memastikan dulu ketentuan yang berlaku.

Karena itu, LPS wajib melakukan rekonsiliasi dan verifikasi atas data simpanan dan informasi lainnya untuk menetapkan simpanan milik nasabah yang akan dibayar. Menurut Dimas, proses rekonsiliasi dan verifikasi dilakukan LPS paling lama 90 hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha. Pun selama kurun waktu tersebut, pembayaran dana nasabah bisa dilakukan secara bertahap.

"Ini adalah pertama kalinya LPS menangani bank gagal setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, LPS mulai masuk dalam proses penanganan bank ketika bank dinyatakan sebagai bank dalam resolusi (BDR) oleh OJK," ucap Dimas.

Dia menjelaskan, setelah izin usaha PT BPR Bagong Inti Marga dicabut oleh OJK, LPS seketika mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang rapat umum pemegang saham (RUPS) bank.

Kemudian, LPS membentuk tim likuidasi yang melaksanakan proses likuidasi PT BPR Bagong Inti Marga dan menyelesaikan hal yang berkaitan dengan pembubaran badan hukum. "Pengawasan pelaksanaan likuidasi PT BPR Bagong Inti Marga juga dilakukan oleh LPS," kata Dimas.

Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih menjelaskan, dari total 115 bank yang berstatus selesai likuidasi, semua asetnya telah didistribusikan kepada para kreditur dan pembayaran utang klaim penjaminan kepada LPS, yang nantinya digunakan kembali untuk melaksanakan fungsi penjaminan simpanan.

Lena menjelaskan, tim likuidasi bank dibentuk LPS yang bertugas melaksanakan likuidasi bank yang telah dicabut izin usahanya oleh OJK. Likuidasi bank adalah proses penyelesaian aset dan kewajiban bank sebagai bentuk tindak lanjut atas pembubaran badan hukum.

Tim Likuidasi yang telah dibentuk bekerja dalam pengawasan serta bertanggung jawab kepada LPS. Menurut Lena, sejak 2022, LPS melakukan inovasi dengan mengembangkan integrated core system yang mengusung konsep sistem 'ban berjalan', yang berfungsi mengintegrasikan seluruh sistem yang ada di LPS dengan proses bisnis di unit kerja.

Dengan proses digitalisasi tersebut maka dalam pelaksanaan likuidasi bank dapat mempersingkat waktu pelaksanaan yang rata-rata menghabiskan waktu 25 bulan. Kini, proses likuidasi bank hanya butuh waktu rata-rata 18 bulan.

Menurut Lena, pengelolaan aset bank gagal yang sudah dicabut izin usahanya sebenarnya tidak mudah. Meski begitu, digitalisasi proses bisnis sudah diaplikasikan dalam pelaksanaan likuidasi serta pengawasannya melalui platform BLISS yang terkoneksi dengan integrated core system milik LPS.

"Saya berharap dengan otomasi dan integrasi sistem kerja yang telah ada dapat berkontribusi terhadap percepatan pelaksanaan likuidasi," ucap Lena dikutip dalam laman resmi LPS.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement