REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengatakan, tim inspeksi yang bertugas mengawasi pengendalian emisi gas buang di wilayah DKI Jakarta, Banten dan Jawa Barat akan menentukan perlu tidaknya penggunaan scrubber pada sektor industri.
Staf Ahli Menteri Bidang Iklim dan Investasi Kemenperin Andi Rizaldi menyampaikan, tim inspeksi bertugas memberikan penilaian dan pengawasan terhadap emisi yang dihasilkan oleh perusahaan industri. Jika pembuangan gas emisi melebihi ambang batas, maka dilakukan penindakan lebih lanjut.
"Nanti kita harus cek apakah memang emisinya di luar ambang batas atau memang perlu hanya dengan scrubber saja, sudah tidak ada emisi lagi. Tim itu nanti yang akan memantau," ujar Andi dalam diskusi "Sustainability & Inclusivity" di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Scrubber merupakan alat pemisahan suatu partikel solid (debu) yang ada di gas atau udara dengan menggunakan cairan sebagai alat bantu. Air adalah cairan yang pada umumnya digunakan dalam proses ini, meskipun dapat juga digunakan cairan lainnya.
Andi mengatakan, setiap perusahaan umumnya sudah memiliki anggaran untuk perawatan dan pengendalian emisi gas buang sehingga apabila ke depannya diwajibkan untuk menggunakan scrubber, dianggap tidak terlalu memberatkan. "Kalau pengelolaannya bagus, kalau memang dia keluar asap, asap itu tidak akan melebihi ambang batas. Nah, untuk sampai pada kesimpulan itu, itu nanti disampaikan oleh tim," kata Andi.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mewajibkan industri pemilik cerobong batu bara untuk memasang alat pengendali polusi udara berupa scrubber dan sistem manajemen udara lengkap (complete air management system/CAMS) guna mengurangi polusi udara di Ibu Kota. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta, Asep Purwanto mengatakan setidaknya terdapat 14 industri di Jakarta yang terkategori wajib menggunakan scrubber.