Rabu 23 Aug 2023 06:22 WIB

Waspadai Penggunaan Teknologi AI dalam Pemilu

Kehadiran teknologi AI ini memang memiliki pengaruh positif dan negatif.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Natalia Endah Hapsari
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengingatkan potensi penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau articificial intelligence (AI) dalam Pemilu 2024 mendatang./ilustrasi
Foto: UNM
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengingatkan potensi penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau articificial intelligence (AI) dalam Pemilu 2024 mendatang./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengingatkan potensi penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau articificial intelligence (AI) dalam Pemilu 2024 mendatang. Nezar menyampaikan salah satunya deep fake, yakni teknik meniru manusia menggunakan AI baik suara maupun gambar yang pernah muncul dalam konflik perang Rusia dan Ukraina.

Saat itu, Presiden Ukraina Zelensky dimunculkan melalui teknologi AI ini dan disebutkan menyerah dalam perang tersebut. 

Baca Juga

"Kita bisa bayangkan kalau dalam pemilu nanti muncul begitu. Kampanye-kampanye dilakukan oleh gambar-gambar deep fake ini, apa jadinya di masyarakat yang belum teredukasi dengan kemajuan AI ini," ujar Nezar dalam acara diskusi Indonesia Digital Conference 2023 bertajuk 'Artificial Intelligence for Business Tranformation' secara daring, Selasa (22/8/2023).

Nezar menilai kehadiran teknologi AI ini memang memiliki pengaruh positif dan negatif. Positifnya, teknologi AI mempunyai manfaat ekonomi luar biasa dengan proyeksi kontribusi untuk PDB Indonesia pada Tahun 2030 sebesar 366 miliar dolar AS.

Sedangkan dampak negatifnya, teknologi AI ini berpotensi menggeser sejumlah pekerjaan. Menurutnya, sektor infomrasi dan komunikasi menjadi sektor yang paling terpapar dari teknologi AI.

Nezar mencontohkan, terobosan sejumlah kelompok dengan membentuk pemilu.AI yang memungkinkan peserta Pemilu tidak perlu menyewa konsultan politik. Karena dengan teknologi AI ini membuat data-data demokrafi pemilih digabungkan dengan isu-isu yang dibutuhkan di suatu lokasi.

"Misalnya di kota Bandung kalau dia ingin maju sebagai caleg di Kota Bandung. dia tahu berapa jumlah kaum perempuan, berapa orang yang tidak mendapat akses air bersih, sehingga bisa di-create satu kampanye politik hanya dalam waktu hitungan menit," ujarnya.

Karena itu, dalam perkembangannya banyak pekerjaan yang akan tergeser dengan teknologi AI tersebut.

"Tadi ilustrasi tentang pemilu.AI itu menghilangkan beberapa pekerjaan ya yang muncul setiap Pemilu, termasuk konsultan politik, nggak butuh lagi. Terus mereka yang bikin spanduk, nggak butuh lagi karena dengan mesin itu selain bisa bikin tagline, bisa juga bikin yang namanya video ya untuk kampanye dan apa yang harus di posting di sosial media baik twitter Facebook dan lain sebagainya macam," ujarnya.

Namun demikian, Nezar menilai tidak perlu khawatir berlebihan dengan potensi hilangnya sejumlah pekerjaan karena teknologi AI. Sebab, dia meyakini hilangnya pekerjaan akan digeser dengan jenis pekerjaan baru. "Jadi kemungkinan pekerjaan-pekerjaan baru akan muncul dengan seiring dengan kemunculan teknologi ini, cuma memang dengan kemajuan yang cepat tetapi efek ekonominya atau impact ekonominya yang belum bisa diperkirakan, saya kira perlu ada satu afirmatif action untuk ini," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement