Rabu 16 Aug 2023 15:55 WIB

Korut Kritisi Upaya AS Gelar Pertemuan Terbuka di Dewan Keamanan PBB

Pertemuan itu bertujuan untuk membahas catatan hak asasi manusia Korea Utara.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Anggota Dewan Keamanan menghadiri pertemuan di markas besar PBB. ilustrasi
Foto: AP Photo/Jeenah Moon
Anggota Dewan Keamanan menghadiri pertemuan di markas besar PBB. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Korea Utara pada Selasa (15/8/2023) mengkritisi rencana pertemuan terbuka Dewan Keamanan PBB yang dipimpin AS. Pertemuan itu bertujuan untuk membahas catatan hak asasi manusia Korea Utara.

Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara, Kim Son-gyong mengatakan, jika dewan menangani hak asasi manusia negara mana pun, AS harus menjadi yang pertama. "Karena AS adalah kerajaan kejahatan anti-rakyat, benar-benar bejat karena semua semacam kejahatan sosial," ujar Kim.

Baca Juga

 

Kim meminta semua anggota dewan untuk mengambil sikap yang benar. Kim mengatakan, mereka harus memahami bahwa niat AS yang sebenarnya tidak ada hubungannya dengan konsepsi universal tentang perlindungan hak asasi manusia. Menurut Kim, sikap AS itu hanya untuk mewujudkan pemikirannya yang sempit dan tujuan geopolitik hegemonik.

"Korea Utara akan dengan tegas melawan setiap tindakan permusuhan AS yang mengancam perdamaian dan keamanan di semenanjung Korea dan seluruh dunia, dan benar-benar membela kedaulatan negara, hak asasi manusia tertinggi, dan kepentingan rakyat," kata Kim. 

Amerika Serikat, yang menjabat sebagai presiden Dewan Keamanan bulan ini, menjadwalkan pertemuan tentang hak asasi manusia di Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) atau nama resmi Korea Utara pada Kamis (17/8/2023). Ini akan menjadi pertemuan terbuka pertama Dewan Keamanan tentang masalah hak asasi manusia DPRK sejak 2017. Pekan lalu Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield mengatakan, Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, dan penyelidik independen PBB untuk hak asasi manusia di timur laut, Elizabeth Salmon, akan memberi pengarahan kepada anggota dewan. 

"Dewan Keamanan harus mengatasi kengerian, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh rezim pemimpin Korea Utara Kim Jong-il terhadap rakyatnya sendiri serta rakyat Jepang dan Korea Selatan," ujar Thomas-Greenfield.

Juru bicara Misi AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Nate Evans menegaskan kembali bahwa pelanggaran hak asasi manusia Korea Utara yang sedang berlangsung bertentangan dengan prinsip-prinsip Piagam PBB. Pelanggaran itu secara langsung terkait dengan senjata Pyongyang yang melanggar hukum, pemusnah massal dan program rudal balistik.

“Rakyat Korea Utara menderita sementara rezim DPRK mengalihkan sebagian besar anggaran dan sumber dayanya untuk pengembangan senjata,” kata Evans dalam sebuah pernyataan kepada The Associated Press.

Rusia dan Cina, yang memiliki hubungan dekat dengan Korea Utara, telah memblokir setiap tindakan Dewan Keamanan sejak memveto resolusi yang disponsori AS pada Mei 2022 yang akan memberlakukan sanksi baru atas serentetan peluncuran rudal balistik antarbenua Korea Utara. Oleh karena itu, dewan tidak diharapkan untuk mengambil tindakan apa pun pada pertemuan hari Kamis. 

Cina dan Rusia dapat memprotes Dewan Keamanan yang mengadakan pertemuan terbuka. Pertemuan ini membutuhkan dukungan dari setidaknya sembilan dari 15 anggota dewan, tetapi pejabat AS mengatakan pertemuan itu akan tetap berlangsung. 

 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement