Ahad 13 Aug 2023 16:21 WIB

ICP Juli Dibanderol 75,06 Dolar AS per Barel

ICP Juli mengalami kenaikan karena harga rata-rata minyak mentah naik.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Ilustrasi kilang minyak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) bulan Juli sebesar 75,06 dolar AS per barel.
Foto: AP
Ilustrasi kilang minyak. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) bulan Juli sebesar 75,06 dolar AS per barel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan Harga Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) bulan Juli sebesar 75,06 dolar AS per barel melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 272.K/MG.03/DJM/2023 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Juli 2023. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 5,70 dolar AS per barel dari 69,36 dolar AS per barel pada Juni 2023.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi menjelaskan, bahwa harga rata-rata minyak mentah dunia juga mengalami kenaikan. Peningkatan harga minyak mentah utama di pasar internasional, antara lain dipengaruhi oleh indikasi terhadai pengetatan pasokan minyak global, seiring pemotongan produksi OPEC+ terutama Arab Saudi dan Rusia.

Baca Juga

"Harga rata-rata minyak Mentah utama pada bulan Juli 2023 dibandingkan bulan sebelumnya juga mengalami peningkatan. Penyebabnya antara lain adanya indikasi terjadinya pengetatan pasokan minyak global, seiring pemotongan produksi OPEC+ terutama Arab Saudi dan Rusia, dan ekspektasi bahwa pengetatan kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral AS dan Eropa akan berakhir, serta tambahan stimulus pada perekonomian China," lanjutnya di Jakarta, Ahad (13/8/2023).

Selain itu, peningkatan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh faktor pasokan dan permintaan minyak mentah global serta perekonomian global.

"Peningkatan harga minyak mentah akibat perekonomian global, diantaranya karena pertumbuhan GDP AS pada Q2-2023 tumbuh melebihi 2,4 persen, yang menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap relatif kuat meskipun ada serangan agresif dari pengetatan kebijakan Federal Reserve," ujar Agung.

Indikator lainnya adalah ketahanan ekonomi di beberapa negara Eropa pada kuartal kedua 2023, bahkan pada saat sejumlah indikator terkait manufaktur dan jasa menunjukkan perlemahan. Di samping itu, Pemerintah China juga berjanji untuk memberikan tambahan stimulus untuk memperkuat pemulihan pasca COVID-19, setelah pertumbuhan perekonomian negara tersebut melemah pada kuartal kedua 2023.

"Sementara, peningkatan harga minyak mentah untuk kawasan Asia Pasifik, selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi oleh permintaan minyak mentah yang kuat dari kilang-kilang China dan India, terutama untuk minyak mentah Rusia yang harganya lebih murah," pungkas Agung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement