REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Reform on Economics (Core) menilai perlambatan ekonomi global pada tahun ini tidak seburuk perkiraan awal. Hal ini tercermin dari salah satunya sektor keuangan dan perbankan secara umum masih tetap solid.
Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy mengatakan perlambatan ekonomi global tetap saja ada dampaknya terhadap kondisi di Indonesia terutama melalui jalur ekspor.
“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini berada kisaran 4,9 persen-lima persen. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan target pemerintah yang mencapai 5,3 persen,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Selasa (1/8/2023).
Rendy menyebut konsumsi swasta melambat sejak kuartal kedua 2023, sementara belanja pemerintah yang diharapkan menjadi stimulus saat ekonomi juga melambat. Meskipun surplus anggaran hampir dua kali tahun lalu.
Dalam situasi demikian, kebijakan moneter Bank Indonesia juga masih cenderung ketat, meskipun inflasi yang telah berada di bawah target lembaga itu.
“Dampak pengetatan ini berkontribusi pada turunnya realisasi kredit yang kembali ke level single digit,” ucapnya.
Dari sisi sektor riil, kinerja industri manufaktur mengalami penurunan permintaan ekspor, meskipun tingkat PMI masih ekspansif. Sektor pertanian yang menjadi penyangga ekonomi nasional juga terancam oleh dampak El Nino yang dapat mengurangi produksi dan meningkatkan harga pangan.
“Perlu diperhatikan pemerintah bersamaan dengan penurunan harga komoditas global yang bisa berdampak pada perdagangan internasional Indonesia dan kinerja penerimaan pajak dari sektor komoditas,” ucapnya.
Sebelumnya selama enam kuartal terakhir berturut-turut, perekonomian Indonesia mampu tumbuh sebesar lima persen dengan didukung kinerja baik di sektor konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor, serta jasa keuangan.
Selain itu, dengan leading indicator yang masih menunjukkan prospek yang baik, seperti indeks kepercayaan konsumen, PMI manufaktur, dan juga sektor keuangan, Pemerintah berharap ekonomi tetap tumbuh di atas lima persen pada tahun ini dan seterusnya.
Melihat prospek pertumbuhan global yang saat ini masih belum pasti, pemerintah telah menyiapkan serangkaian strategi salah satunya dengan peningkatan ekonomi domestik atau permintaan domestik dengan tetap menjaga ketahanan sektor eksternal.
“Peningkatan konsumsi rumah tangga, dorongan investasi, dan percepatan ekspor telah dan akan dilakukan dengan tetap melaksanakan bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang responsif,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang mewakili Presiden Joko Widodo saat memberikan keynote speech pada acara Standard Chartered 160th Dinner Anniversary dilansir dari laman Kemenko Perekonomian.
Pemerintah juga akan segera memberlakukan aturan terkait dana hasil ekspor pada 1 Juli 2023 yang akan berpotensi meningkatkan ketersediaan likuiditas valuta asing di dalam negeri. Insentif juga akan diberikan kepada eksportir yang menempatkan devisa hasil ekspor sumber daya lama di dalam negeri.
Dalam jangka menengah panjang, pemerintah akan terus mendorong kebijakan ekonomi yang transformatif diantaranya yakni reformasi struktural atau birokrasi dan reformasi keuangan melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
“Kebijakan transformatif ekonomi juga bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif melalui kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah ekspor, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, meningkatkan konektivitas, serta menerapkan transisi energi,” ucapnya.