REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat menilai bursa komoditas minyak sawit mentah (CPO) yang diinisiasi pemerintah sebaiknya bukan bersifat mandatori atau kewajiban untuk pelaku usaha namun sukarela. Vice President for Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani menyatakan secara umum bursa komoditas CPO merupakan hal yang positif karena untuk menghidupkan transaksi perdagangan komoditas CPO di dalam negeri mengingat Indonesia merupakan produsen CPO dunia.
"Tapi itu dilakukannya seharusnya dengan sukarela atau volunteer, bukan secara mandatory. Pelaku usaha bertransaksi di situ tidak ada pemaksaan," ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Dikatakannya ada jenis transaksi CPO yang kurang pas apabila diharuskan melalui bursa. Misalnya, kata dia, ada beberapa perusahaan besar yang melakukan kontrak pembelian CPO dalam jangka panjang.
Perusahaan seperti ini memerlukan kepastian pasukan CPO dalam jumlah tertentu secara cepat dan barangnya berkualitas. Jenis transaksi seperti itu tidak cocok melalui bursa. Menurut Dendi, jika mengacu pada Bursa Derivatif Malaysia dan Bursa Komoditas Rotterdam, mereka juga tak melakukan mandatory atau mewajibkan kepada pelaku usaha.
Oleh karena itu lanjutnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sebaiknya tidak mewajibkan pelaku usaha untuk bertransaksi melalui bursa komoditas CPO agar transaksi yang dilakukan para pelaku usaha berlangsung alamiah. Transaksi komoditi lewat bursa, tambahnya, biasanya volume barang yang ditransaksikan jumlahnya tidak banyak, namun demikian harganya bisa menjadi patokan.
"Yang perlu dilakukan pemerintah menurut saya yakni membuat pasar yang nyaman. Pemerintah cukup membuat regulasi yang baik sehingga pasarnya berlangsung fair," katanya.
Dendi menyatakan sejumlah hal yang yang perlu diperhatikan dalam pembentukan dan pengimplementasian bursa CPO di antaranya, pemerintah perlu menentukan lembaga pengelola bursa CPO yang mampu menciptakan pembentukan harga yang stabil, transparan dan benar-benar mencerminkan kondisi pasar CPO.
Pemerintah juga harus bisa menyiapkan instrumen untuk mendukung berlangsungnya bursa CPO ini. Misalnya saja keberadaan hedging (lindung nilai), dan lembaga finansial sebagai penopang transaksi berjangka perlu disiapkan dan dikelola dengan baik dan transparan.
Biaya transaksi dalam bursa CPO Indonesia juga harus kompetitif agar dapat bersaing dengan Bursa Derivatif Malaysia dan Bursa Komoditas Rotterdam sehingga tidak memberikan biaya tambahan bagi pembeli dan penjual.
Sementara itu Sekretaris Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan Olvy Andrianita mengatakan, pihaknya terus menyempurnakan rencana implementasi ekspor CPO melalui bursa berjangka. Kemendag, lanjutnya, telah menggelar konsultasi publik yang menghadirkan pemangku kepentingan di industri kelapa sawit untuk menjaring masukan dari para pelaku usaha.