Rabu 05 Jul 2023 14:00 WIB

Prospek Pertumbuhan Solid, S&P Pertahankan Peringkat Utang Indonesia

S&P mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada BBB dengan outlook stabil.

Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Layar menampilkan logo Bank Indonesia (BI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat Standard and Poor's (S&P) mempertahankan peringkat kredit atau Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dengan outlook stabil pada 4 Juli 2023. Keputusan ini mempertimbangkan prospek pertumbuhan ekonomi yang solid, rekam jejak kebijakan yang baik, dan konsolidasi fiskal yang lebih cepat dari target awal. Di sisi lain, outlook stabil mencerminkan keyakinan S&P terhadap keberlanjutan pemulihan ekonomi Indonesia untuk dua tahun ke depan yang akan mendukung kinerja fiskal dan stabilisasi utang.

“Afirmasi rating Indonesia menunjukkan keyakinan kuat pemangku kepentingan internasional atas stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia yang tetap terjaga di tengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik dan perlambatan ekonomi global," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo melalui keterangan resmi, Rabu (5/7/2023).

Baca Juga

Menurut Perry, kepercayaan dunia internasional ini didukung oleh kredibilitas kebijakan yang tinggi dan sinergi bauran kebijakan yang kuat antara pemerintah dan Bank Indonesia. Ke depan, dia mengatakan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, termasuk penyesuaian lebih lanjut stance kebijakan, serta terus memperkuat sinergi dengan pemerintah untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

S&P berpandangan bahwa penurunan tekanan inflasi yang disertai dengan kenaikan belanja Pemerintah menjelang pemilu diperkirakan dapat mendorong peningkatan konsumsi swasta pada paruh kedua 2023. Hal ini akan mendukung kinerja ekonomi Indonesia di tengah tantangan permintaan global yang melambat, sehingga ekonomi Indonesia pada 2023 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,8 persen.

S&P juga berkeyakinan bahwa reformasi kebijakan yang terus berlanjut dengan dukungan struktur demografi yang menguntungkan akan berdampak positif pada ekonomi Indonesia. Hal ini turut diperkuat oleh penerapan UU Cipta Kerja yang baru direvisi oleh Pemerintah pada awal tahun, yang diharapkan dapat memperbaiki iklim usaha sehingga dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi potensial.

Dari sisi eksternal, S&P memandang perbaikan kinerja sektor eksternal Indonesia diperkirakan mampu menahan dampak perlambatan harga komoditas. Implementasi kebijakan hilirisasi dan peningkatan kapasitas pemrosesan di sektor pertambangan dalam rangka peningkatan nilai tambah produk tambang dinilai dapat membantu meningkatkan penerimaan ekspor. S&P juga berpandangan positif terhadap level cadangan devisa yang kembali meningkat, setelah sempat menurun pada paruh kedua 2022, didukung oleh surplus neraca transaksi berjalan dan aliran masuk modal asing.

Dari sisi fiskal, S&P memandang bahwa konsolidasi fiskal yang lebih cepat berdampak pada penurunan defisit fiskal Indonesia menjadi di bawah 3 persen dari PDB satu tahun lebih cepat dari target. Defisit fiskal tercatat 2,4 persen dari PDB pada 2022, jauh lebih rendah dari 2021 yang mencapai 4,7 persen dari PDB. S&P memperkirakan defisit fiskal pada 2023 akan kembali turun menjadi sekitar 2,3 persen dari PDB, didukung oleh penerimaan yang lebih tinggi dan belanja Pemerintah yang terkendali. Defisit fiskal yang menurun diyakini akan mengurangi utang Pemerintah dan beban bunga. Namun demikian, perlu dicermati bahwa basis penerimaan pemerintah yang masih terbatas tetap menjadi tantangan bagi perkembangan rating Indonesia ke depan.

S&P mencatat peran yang signifikan dari Bank Indonesia dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan meredam dampak gejolak ekonomi dan keuangan terhadap ekonomi domestik. Selain itu, dukungan Bank Indonesia dalam pembiayaan defisit fiskal melalui pembelian surat berharga pemerintah dinilai dapat membantu pemerintah dalam mengelola beban bunga ketika pasar keuangan sedang mengalami tekanan. Bank Indonesia juga dinilai semakin mengandalkan instrumen berbasis pasar untuk menerapkan kebijakan moneter.

S&P sebelumnya merevisi ke atas outlook menjadi stabil dan mempertahankan peringkat Sovereign Credit Rating Indonesia di level BBB pada 27 April 2022.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement