Senin 19 Jun 2023 15:31 WIB

Pengamat: Literasi Keuangan Perlu Didorong dari Sisi Pendidikan

Literasi keuangan masyarakat belum memadai dipengaruhi oleh tingkat pendidikan rendah

Mobil SiMolek (Sarana Informasi Mobil Literasi dan Edukasi Keuangan) dipamerkan saat acara pertemuan tatap muka dengan pimpinan di sektor jasa keuangam di Jakarta, Kamis (7/7/2022). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan 54 mobil SiMolek sebagai pelaksanaan program edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat di seluruh pelosok wilayah Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mobil SiMolek (Sarana Informasi Mobil Literasi dan Edukasi Keuangan) dipamerkan saat acara pertemuan tatap muka dengan pimpinan di sektor jasa keuangam di Jakarta, Kamis (7/7/2022). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan 54 mobil SiMolek sebagai pelaksanaan program edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat di seluruh pelosok wilayah Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat, upaya peningkatan literasi keuangan juga perlu didorong dari sisi pendidikan. Dia melihat tingkat literasi keuangan masyarakat yang masih belum memadai juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah.

"Kalau kita lihat dari survei OJK (Otoritas Jasa Keuangan), tingkat pendidikan rendah sejalan dengan tingkat literasi keuangan yang rendah. Jadi, tingkat pendidikan masyarakat kita juga berpengaruh pada tingkat literasi," kata Huda dalam gelar wicara Visa 'Memasuki Era Virtual Banking di Indonesia' yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin (19/6/2023).

Baca Juga

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 oleh OJK, tingkat literasi keuangan pada kelompok masyarakat yang tidak bersekolah atau tidak lulus SD berada pada level 37,69 persen. Untuk kelompok lulus SD mencapai 39,78 persen, dan lulus SMP 46,61 persen.

Sedangkan untuk lulusan SMA dan perguruan tinggi mencatatkan tingkat literasi keuangan yang melebihi 50 persen, yakni masing-masing 52,88 persen dan 62,42 persen.

"Untuk meningkatkan tingkat literasi, harus dimulai dari pendidikan. Kalau anak SD umumnya cuma mengenal uang dan menabung, tapi harus masuk juga terkait manfaat layanan perbankan, pembayaran menggunakan kartu maupun handphone, dan sebagainya. Literasi ini yang harus kita dorong," kata Huda.

Sementara itu, secara menyeluruh OJK mencatat indeks literasi keuangan masyarakat berada di level 49,68 persen dan indeks inklusi keuangan mencapai 85,10 persen.

Huda menjelaskan, gap tersebut menunjukkan banyak masyarakat yang menggunakan layanan keuangan namun belum benar-benar memahami fungsi layanan yang bisa mereka manfaatkan.

"Itu cukup berbahaya. Harus diingatkan agar masyarakat tidak terjebak," ujar Huda.

Upaya lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat adalah kolaborasi dari berbagai pihak, baik dari sisi pemerintah maupun swasta untuk terus memberikan pemahaman terkait layanan perbankan.

Tak hanya dari sisi nasabah, peningkatan literasi keuangan juga perlu didorong dari kalangan pelaku usaha. Oleh karena itu, Huda mengatakan aspek sumber daya manusia (SDM) juga perlu menjadi salah satu fokus perhatian dalam upaya mendorong penerapan layanan perbankan digital di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement