Senin 05 Jun 2023 20:56 WIB

Atasi Masalah Sampah, KLHK Sebut Perlu Revolusi Budaya

KLHK menyebut perlu gerakan masif untuk gaya hidup minim sampah

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pengolahan sampah (Ilustrasi). KLHK menyebut perlu gerakan masif untuk mendorong gaya hidup minim sampah
Foto: Republika/Abdan Syakura
Pengolahan sampah (Ilustrasi). KLHK menyebut perlu gerakan masif untuk mendorong gaya hidup minim sampah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya mengatasi sampah termasuk sampah plastik di Tanah Air. Adapun berbagai kebijakan dan target pemerintah terus dilakukan dari hulu ke hilir.

Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3, KLHK Novrizal Tahar mengatakan  pemerintah melakukan langkah simultan dalam pengurangan sampah dengan berbagai pendekatan. Hasilnya dirasakan meski harus terus diterapkan kebijakan yang kolaboratif.

“Jadi, perlu gerakan masif dan jika perlu revolusi budaya, yakni gaya hidup minim sampah termasuk sampah plastik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Ahad (4/6/2023).

Novrizal mengungkapkan, potensi sampah plastik di Indonesia sebesar 18, 12  persen pada 2022) dari total timbulan sampah 69,2 juta dan 12,54 juta ton per tahun (belum terpilah). Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional 2022 2022, sampah plastik adalah jenis sampah yang persentasenya paling besar kedua setelah sampah sisa makanan, yaitu 18,12 persen. 

“Sampah plastik tidak mudah terurai, butuh waktu hingga ratusan tahun terurai secara alami,” ucapnya.

Novrizal juga mengingatkan perusahaan harus berkomitmen untuk mengurangi sampah dan bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan khususnya menyangkut sampah packaging.

“Aturan hukum soal ini sangat jelas. Extended Producer Responsibility (EPR) ada regulasi khusus EPR-nya yaitu Permen LHK No. 75 tahun 2019 dan Undang-undang Pengelolaan Sampah 2008. Pasal 15 undang-undang tersebut menyatakan bahwa produsen bertanggung jawab atas pembuangan kemasan dan produk yang tidak dapat dikomposkan,” ucapnya.

“Begitu juga dengan Perpres 81/2012, industri diwajibkan menggunakan bahan daur ulang dan mengurus daur ulang kemasan. Peraturan 97/2017 (juga dikenal sebagai Jakstranas) dibangun di atas peraturan dari 2012 dan merumuskan target konkret pengurangan limbah,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement