REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan ketersediaan lahan menjadi PR besar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur (Jatim) saat ini. Pasalnya, berdasarkan hasil evaluasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim, rata-rata alih fungsi lahan pertanian di Jatim mencapai 1.100 hektare setiap tahunnya.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menjelaskan, makin berkurangnya lahan pertanian salah satunya disebabkan mudahnya izin beralihnya lahan pertanian ke nonpertanian. Hal itu karena, lahan pertanian pangan, terutama sawah, merupakan lahan dengan land rent yang rendah.
"Jangan sampai pertanian menjadi hal yang langka di masa depan. Jangan sampai anak-anak tidak tahu atau tidak pernah melihat pertanian,” kata Mentan SYL, Rabu (24/5/2023).
Mentan SYL mengatakan, alih fungsi lahan merupakan hal yang tidak dapat disepelekan. Penyusutan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian mempengaruhi produsi pangan.
"Kalau alih fungsi lahan dibiarkan, besok-besok rakyat Kita akan kekurangan pangan. Boleh ada perumahan, hotel, atau industri, tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada," KATA Mentan SYL.
Direktur Jenderal (Dirjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Ali Jamil mengungkapkan, berdasarkan data yang dihimpun Kementan, dari total luas lahan sawah 7,46 juta hektare (ha), terdapat indikasi seluas 690.555 ha yang mengalami alih fungsi lahan, berdasarkan pembahasan dalam RTRW Provinsi ataupun Kabupaten/Kota. Untuk itu, diperlukan upaya dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam penetapan LP2B.
“Total Kabupaten/Kota yang telah menetapkan perlindungan lahan LP2B sebanyak 370 kabupaten/kota, baik melalui Perda RTRW maupun Perda LP2B,” ujar Ali Jamil.
Perda ini secara keseluruhan telah melindungi lahan pangan seluas 8.010.022 ha, dengan perincian 5.237.220 ha merupakan lahan sawah dan 2.772.802 ha lainnya adalah lahan kering.
Ali Jamil menambahkan, untuk mengendalikan alih fungsi lahan pertanian, maka pelaku alih fungsi harus mendapat sanksi tegas sesuai Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Bahkan dalam aturan tersebut terdapat sanksi pidana sekurang-kurangnya 5 tahun penjara.
Kepala DPKP Jatim Dydik Rudy Prasetya menjelaskan, perubahan fungsi lahan pertanian disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena terimbas sejumlah proyek infrastruktur berskala nasional seperti jalan tol, bendungan, dan industri.
”Pertumbuhan perumahan atau kawasan permukiman lainnya juga turut menyumbang menyusutnya lahan pertanian,” kata Dydik.
Dikatakannya, sejauh ini telah ada 16 daerah dari 38 kabupaten/kota di Jatim yang sudah memiliki Perda LP2B. Sebagian daerah yang lain belum memiliki regulasi khusus perlindungan lahan melalui LP2B yang salah satu fungsinya adalah untuk pengendalian alih fungsi lahan.
“Karena itu, saat ini kami sudah meminta agar kabupaten/kota yang belum memiliki regulasi ini untuk segera menyusunnya,” ujarnya.
Hal itu disebabkan saat ini perda tersebut sangat vital untuk menahan laju alih fungsi lahan pangan. Sebab, Pulau Jawa sudah tidak ada lagi area untuk pembukaan lahan sawah baru.