Jumat 19 May 2023 08:58 WIB

Subsidi Mobil Listrik Berjalan Lambat? Ini Penyebabnya

Prosedur administrasi pengajuan subsidi yang rumit dapat menyulitkan calon pembeli.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pekerja memeriksa motor listrik yang dijual di salah satu showroom motor listrik di Jakarta, Kamis (8/12/2022). Program subsidi mobil listrik lewat pemberian diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi satu persen diakui pemerintah berjalan lambat.
Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pekerja memeriksa motor listrik yang dijual di salah satu showroom motor listrik di Jakarta, Kamis (8/12/2022). Program subsidi mobil listrik lewat pemberian diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi satu persen diakui pemerintah berjalan lambat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program subsidi mobil listrik lewat pemberian diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi satu persen diakui pemerintah berjalan lambat. Skema pemberian diskon pajak yang rumit dinilai menjadi salah satu penyebab minimnya peminat dari masyarakat.

Pengamat otomotif, Yannes Martinus Pasaribu, mengungkapkan, beberapa masalah yang teridentifikasi termasuk soal pembatasan penerima subsidi dan kerumitan restitusi yang memberatkan pihak dealer ataupun produsen.

Baca Juga

"Proses prosedur administrasi pengajuan subsidi atau pengurangan pajak yang rumit dan lambat dapat menyulitkan calon pembeli untuk memperoleh manfaat dari insentif tersebut," kata Yannes saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (19/5/2023).

Di sisi lain, pemerintah juga harus mengevaluasi kemungkinan kemudahan penambahan daya listrik di rumah serta sinkronisasi di antara pemerintah. Yakni, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, termasuk Pertamina dengan PLN.

Langkah strategis tahap awal yang sangat menentukan keberlanjutan program kendaraan listrik adalah pembangunan rasa percaya dan keyakinan masyarakat.

"Pemerintah ingin masyarakat memiliki kendaraan listrik, tetapi siapa yang mampu membelinya? Harga yang sangat tinggi membuat hal itu tidak terjangkau oleh banyak orang. Ingat, ini adalah maunya pemerintah, bukan masyarakat. Jadi seharusnya pemerintahlah yang mendorong serta membangun seluruh ekosistem tahap awal ini dengan segala risikonya," katanya.

Adapun dari sisi produsen, Yannes menuturkan, persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang sebesar 40 persen juga terlalu ketat dan menyulitkan produsen. Terutama jika pasokan komponen lokal yang memenuhi standar kualitas dan kebutuhan teknis belum memadai.

Yannes menyarankan agar pemerintah membuat aturan TKDN di tahap awal yang lebih lunak dengan rentang waktu yang jelas. Dengan begitu, pelaku industri dapat menghitung return of investment (ROI) ataupun break event point (BEP) lebih panjang.

"Tujuannya adalah agar kebijakan subsidi mobil listrik dapat berjalan dengan lebih efektif, mudah dipahami, dan tidak menyulitkan siapa pun. Jangan malah dibebankan pada pasar berikut para pemainnya," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement