Selasa 16 May 2023 16:37 WIB

APJII: Mayoritas Orang Indonesia tak Tahu Kena Hack

Mayoritas masyarakat merasa tak pernah mengalami kerugian akibat transaksi internet.

Kejahatan siber (ilustrasi). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu keamanan siber karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan hal itu.
Foto: www.freepik.com.
Kejahatan siber (ilustrasi). Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu keamanan siber karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan hal itu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu keamanan siber karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan hal itu.

Berdasarkan survei APJII pada 2023 terhadap tren keamanan siber di Indonesia, Sekretaris Jenderal Umum APJII Zulfady Syam, pada Senin (15/05) menjelaskan, sebesar 74,59 persen masyarakat masih tidak mengetahui atau merasa tidak pernah mengalami kasus peretasan siber. Sedangkan 10,3 persen pernah mengalami penipuan secara online dan 7,96 persen pernah menjadi korban pencurian data pribadi, hack atau phising.

Baca Juga

Sehingga sebanyak 95,17 persen masyarakat merasa tidak pernah mengalami kerugian akibat transaksi internet. "Jadi banyak yang masih belum sadar, mereka enggak sadar pernah diambil datanya. Mereka pernah di-hack pun enggak tahu," ucap Zulfady.

Namun, Zulfady mengatakan, masyarakat sudah ada yang memiliki tindakan waspada untuk menjaga keamanan data mereka jika ada aplikasi yang meminta data pribadi, yaitu sebesar 20,69 persen. Angka ini sudah cukup baik.

Adanya kasus peretasan data pribadi atau kerugian akibat kejahatan siber ternyata karena sebesar 66,82 persen masyarakat Indonesia belum pernah mengganti kata sandi atau password untuk akun pribadi mereka. Berdasarkan survei, 32,71 persen masyarakat tidak pernah mengubah kata sandi dengan alasan akan sering lupa.

Angka tersebut termasuk 31 persen di antaranya memang tidak berniat untuk menggantikan kata sandi secara berkala. "Profil individu masyarakat kita masih belum sadar fungsi password itu sendiri," kata Zulfady.

Sementara untuk preferensi mode membuka ponsel, masyarakat masih menggunakan kombinasi angka saja sebagai mode kuncinya, yaitu sebesar 36,4 persen.

Secara garis besar menurut data responden yang dibagikan APJII, hampir 90 persen masyarakat mengatakan penting dan sangat penting untuk melindungi hak privasi data personal di internet. Secara spesifik, ada 64,9 persen masyarakat menyatakan setuju untuk membagikan data pribadi tapi hanya untuk layanan aplikasi tertentu saja.

Ketua Umum APJII Muhammad Arif, mengatakan APJII juga bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengingatkan penting bagi setiap pengguna untuk memahami cara menjaga keamanan dan privasi data mereka. Juga cara meningkatkan peran Internet Service Provider (ISP) sebagai pintu utama akses internet bagi masyarakat.

Ke depan, APJII dan BSSN berencana meluncurkan serangkaian program dan kampanye edukasi yang ditujukan untuk masyarakat umum serta penyedia layanan internet. Program ini bertujuan untuk membekali masyarakat dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berinternet secara aman dan sehat.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement